Hello World, Vlog Menjadi Trend, dan Blog yang Teralihkan

Hello World, Vlog Menjadi Trend, dan Blog yang Teralihkan



Hello World.

Bulan April sudah datang.

Frekuensi menulis semakin jarang. Durasi menulis terus terpotong. Inspirasi dan kualitas tulisan tak meningkat. Membaca buku dan tulisan panjang semakin sedikit.
Menengok blog ini juga tak sesering beberapa tahun yang lalu. Pengguna blog tak seramai beberapa tahuan sebelumnya. 

Bumi berputar.  Hampir semua orang punya vlog, Kebanyakan blogger pun sudah beralih menjadi vlogger. 
Perkara kemudahan memperoleh uang lewat youtube memang tak bisa dipungkiri.
Saya juga sempat tergoda membuat vlog ala ibu-ibu muda bersama anak semata wayang saya. Namun selalu tertunda, dan sekarang rencana tinggallah rencana. 

Saya juga salah satu penikmat vlog. Meski belum  pernah membuat vlog. Rasa-rasanya memang lebih mudah memahami sesuatu lewat gambar bergerak dan audio. Vlog jelas membuat ketagihan. 

Namun dibalik kemudahannya, terbesit di hatii saya, apa jadinya kalau semua orang, termasuk berita-berita, beralih ke video.  Haruskah kita meninggalkan komunikasi lewat tulisan?. 

blogging, vlogging, versus, vlogger, blogger, membaca bobo, perpustakaan


Anak-anak langsung dikenalkan video. Remaja belasan tahun yang lahir di akhir 90an dan awal 200an tengah menikmati hingar-bingar media sosial, tak terkecuali video  dan vlog. 

Belakangan, saya sendiri merasa kemampuan saya membaca menurun tajam. Membaca hanya seperti skimming. Membaca sekilas, memahami isi, dan selesai. Saya lupa menikmati tiap kata, kalimat, dan paragraf.

Dulu, sewaktu SD, saya hampir selalu membeli Majalah Bobo atau Donald Bebek. Seringnya, saya lebih memilih membeli bobo walau saya lebih menyenangi Donald Bebek. Kenapa? Karena majalah Donuld Bebek dapat saya khatamkan kurang dari satu hari. Dan saya akan kehabisan bacaan sementara saya harus bersabar selama 6 hari menunggu edisi selanjutnya terbit. Sedangkan kalau membeli Majalah Bobo, karena tulisannya lebih banyak, saya baru akan khatam lebih kurang 3 hari.  Itupun sampai ke iklan-iklan gak penting saya baca berkali-kali.

Dua puluh tahun kemudian, bacaan tersedia begitu banyak dan begitu murah.  Dan karena turah-turah, kenikmatan membaca itu malah sulit didapatkan. 

Lalu bagaimana dua puluh tahun lagi? Apakah keberadaan tulisan akan semakin sedikit? Apa jadinya dunia ini tanpa tulisan? Berita maupun cerita berganti dalam video?
Perpustakaan buku konvensional tergerus oleh bank data, server, e-book dan kindle.  

Saya tak punya imajinasi mendetail. Dan bumi terus berputar. Dan perubahan itu abadi.

Well, kadang-kadang, saya rindu membaca dalam senyap di perpustakaan.
Perpustakaan tanpa laptop dan koneksi wifi, tentu saja.  



Post a Comment

0 Comments