Well,
tahun 2017 datang juga. A year when I
turn to 30’s.
Seperti
biasa, selalu ada resolusi, harapan, semangat, dan tenaga baru tiap menghadapi
tahun baru. Asal Kawan tahu, saya tak
pernah absen menuliskan resolusi dalam sebuah file khusus di laptop sejak tahun
2008. Pada tahun-tahun sebelum 2008, saya juga menuliskan resolusi. Namun tak
konsisten tiap tahun, tak konsisten disimpan pada sebuah file, kadangkala hanya
pada secarik kertas yang kemudian saya selipkan entah dimana, pun tak selalu
saya evaluasi tiap tahun.
Resolusi tahun 2017 |
Apakah
saya lelah menulis resolusi, -yang ketika dievaluasi terwujud 50% saja rasanya
sangat luar biasa?. Nope. Sampai saat
ini saya masih setia menulis resolusi. Barangkali memang tergantung tipikal
manusianya. Saya selalu mencatat hingga ke list
things to do everyday. Sebab saya orang yang gampang tergoda dan sering
lupa pada tujuan awal. Punya catatan
mengenai apa yang harus saya lakukan tiap hari sangat membantu saya untuk terus
produktif dan fokus.
Berkebalikan
dengan suami saya. Ketika saya tanya, “sudah buat resolusi 2017 belum ?”.
Suami
“ emangnya PBB, harus bikin resolusi?”.
Saya cuma bisa ketawa. Beberapa karakter
suami memang bertolak belakang dengan diri saya. Saya ngotot, ambisius dan
selalu punya target. Sedangkan suami cenderung selow dan membiarkan hidup
mengalir apa adanya.
Bicara
soal ngotot, ada kejadian di Januari ini
yang membuat saya tiba-tiba sadar bahwa sekarang saya gak se-ngotot dan
sekeras kepala seperti dulu.
Jadi
ceritanya awal Desember kemarin saya mulai kerja sebagai penanggung jawab di
sebuah sarana kesehatan. Namun berhubung ijin kerja saya baru dikeluarkan
Dinkes Per Awal Januari lalu, ketika saya terima gaji, yang sudah telat 15 hari
yang sengaja memang belum saya ambil karena gak enak. Eh ketika saya ambil, owner nya Cuma ngomong:
gajinya gak full ya. Karena ijinnya belum keluar, Desember lalu masih
menggunakan ijin penanggung jawab yang lama, jadi gajinya dibagi dua.”
Saya
sudah mencium aroma yang gak bagus. Tapi
herannya saya diam aja, dan gak protes. Setelah saya ceritakan sama suami, malah suami
yang marah. Saya pun konfirmasi ke penanggung jawab yang lama, dan benar saja dia
hanya digaji sampai November 2016. Yap!,
saya tahu saya kena jebakan batman. Saya
protes ke owner nya hanya mental
sendiri. Capek di saya, sisa gaji tetap gak dibayar.
But the good things, ketika saya melihat
ke dalam diri, saya gak semarah seperti biasa kalau saya diperlakukan tidak
adil. Ya Cuma ngomong sama diri sendiri : insyaAllah nanti diganti rezeki nya
sama Allah.
Barangkali
karena usia yang semakin tua matang sehingga saya malas ribut-ribut.
Sebab saya tahu ribut pun sisa gaji saya gak akan dibayarkan. Barangkali karena
sudah jadi golongan emak-emak yang gampang terenyuh dan baper dan seringkali
gak tegaan. Barangkali saya pernah membayangkan di posisi si owner yang
belakangan omsetnya gak bagus. Barangkali karena saya tidak tinggal di Jakarta
lagi. Di sini saya perhatikan orang-orang cenderung lebih nerimo, bahkan pada hal-hal
yang tidak sesuai aturan. Mostly sih.
Gak kayak di Jakarta, orang-orang lebih kritis, kompetitif, dan effort lebih
buat mencapai sesuatu. Barangkali juga, karena beberapa bulan yang lalu saya
ngotot ingin sesuatu. Ada saja halangan dan rintangan, tapi saya tetap ngotot
dan memperjuangkannya. Then I get it!. Tapi ternyata apa yang saya dapatkan itu
gak baik buat saya.
Ya
mudah-mudahan saya yang jadi lebih santai ini bukan berarti jadi worse person. Tetap maintenance effort dan spirit, karena insyaAllah masih ada 11 bulan
lagi untuk memperjuangkan apa yang jadi resolusi 2017 ini.
Keep
Spirit, Kawan!
0 Comments
thanks for your comment.
will be shown after moderation