Kangen Kuala Lumpur

Kangen Kuala Lumpur

Udah lama gak jalan-jalan.

Kenapa?

Barangkali karena prioritas hidup berubah, karena keadaan yang gak mendukung (tahun lalu lagi hamidun, sekarang punya bayi 1 bulan), atau memang karena kesempatan yang belum ada. Somehow, saya tahu fase menjalani hidup dengan jalan-jalan (yang impulsive) sudah terlewati.

Kangen? pastinya. Seperti saya kangen masa kecil, seperti kangen masa-masa puber dan remaja, seperti kangen masa-masa kebebasan mahasiswa. Kangen masa-masa yang telah terlewati. Beberapa atau bahkan banyak manusia memang seperti itu. Ingin cepat-cepat mengakhiri fase tertentu dalam hidup. Dan segera merindukannya ketika telah berakhir.

Dan konon, kalau diperhatikan, hidup itu hanya rentetan fase-fase yang gak ada tombol pause nya.
Dan diantara rasa kangen jalan-jalan itu, belakangan saya kangen berat dengan Kuala Lumpur (KL). Kota ini memang yang paling banyak saya kunjungi. Tentu dengan pengecualian kota yang pernah saya tinggali (Jambi, Jakarta, Yogyakarta). Cap di passport saya paling banyak pass entry masuk Kuala Lumpur.  Lebih dari 10 kali. Belasan kali barangkali. Sampai saya hapal lokasi, toko tertentu, rumah makan, dan beberapa jalan di pusat kota.

kuala lumpur international airport di kuala lumpur malaysia
Bandara KLIA 2- Januari 2015


Memang ada banyak alas an saya mengunjungi Kuala Lumpur. Pertama kali dan selanjutnya berulang hampir tiap bulan karena menemani mendiang ibu berobat. Lalu saya pindah kerja, dan ternyata headquarter kantor saya di Petaling Jaya. Jadi saya beberapa kali bolak balik ke KL. Datang pagi pulang sore. Keliatannya keren? Gak kok, saya cuma membawakan laptop bos yang mau meeting di KL. Pernah juga dua kali saya mengikuti training di KL, dan alasan terakhir saya berkunjung ke KL tentu saja untuk  jalan-jalan.

Namanya traveler kere, saya berani bertaruh, alas an mengunjungi suatu tempat salah satunya  karena tiket pesawat (atau transportasi lainnya) murah. Dan semenjak Airasia beroperasi di Indonesia, tiket pesawat ke KL sering lebih murah ketimbang tiket kereta ke Yogyakarta dan jauh lebih murah ketimbang penerbangan ke daerah timur Indonesia. KL pun sering menjadi prioritas short-trip gateaway.

Emang gak bosan sama KL? Pernah sih saya merasa bosan kalau jarak antar kedatangan saya ke KL berdekatan. Tapi terakhir saya ke KL Januari 2015 lalu, sudah lebih dari setahun. Makanya saya kangen.   Sebenarnya gak ada yang istimewa banget di KL, seperti Bali misalnya. Tapi saya suka ambience-nya. Lebih tenang dan gak se-hectic Jakarta, orang-orangnya gak se-busy dan ‘galak’ kayak orang-orang di Singapor, banyak terdapat mesjid, gampang cari makanan halal, IMHO, kota yang liveable banget diantara kota-kota besar di Kawasan Asia Tenggara. Saking terkesannya, salah satu harapan saya kalau punya kesempatan tinggal di luar negeri, saya berharap bisa tinggal dan mengadu nasib di KL.

berfoto di mesjid jamek kuala lumpur malaysia
Mesjid Jamek- MAret 2014



Somehow, saya sedang terbayang-bayang sarapan pagi roti telur dengan kuah karinya yang pekat dan teh tarik hangat. Sebenarnya ada banyak makanan dari daerah lain yang saya kangenin. Taoi memang rindu itu muncul bukan karena subyek  yang dirindukan. Namun lebih mengarah pada memori yang tersimpan.

Beberapa sarapan yang saya lewati di Kuala Lumpur menyimpan banyak cerita dan nuansa menyenangkan.


Begitulah saya kangen Kuala Lumpur


Sangasanga, Februari 2016

Post a Comment

0 Comments