Impulsif, nekad, tapi adakalanya logika
tetap saya gunakan. “Stay safe Rika”, pesan saya pada diri sendiri. Berdasarkan
pengalaman-pengalaman selama melakukan perjalanan, membuat saya menarik
kesimpulan dan menerapkan pada diri sendiri untuk “go with the flow”. Jangan tamak dan maruk. Jangan pelit dan
perhitungan. Jangan terlalu terbawa euphoria dan lupa Tuhan.
Ketika pulang, satu godaan muncul. Istanbul,
salah satu destinasi impian saya. Hanya 4 jam naik pesawat dari Abu Dhabi.
Sebenarnya saya bisa menukar poin Etihad guest saya dengan penerbangan sekali
jalan Abu Dhabi- Istanbul. Tapi rasa-rasanya terlalu memaksakan diri. Ada
beberapa pertimbangan: pertama alasan kesehatan karena saya sudah terlalu
capek, kedua saya belum ijin kantor kalau mau extend, dan ketiga keuangan semakin menipis. Ketiga hal yang
sebenarnya masih bisa saya atasi. Namun akhirnya kembali kepada prinsip awal “go with the flow”, saya tidak boleh
terlalu memaksakan diri.
Flying path Abu Dhabi-Chicago |
Setelah penerbangan hampir 14 jam, lanskap salju di Chicago telah berubah. Cerah
ceria suasana malam menyambut saya di Abu Dhabi. Uni Emirates Arab memang
tersohor sebagai negara kaya. Tak ada hostel di Abu Dhabi, dan saya terlalu
pelit mengeluarkan uang untuk menginap di hotel. Sehingga mau tidak mau,
terjadi degradasi kenyamanan tempat menginap. Dari Hotel Hilton saat di Minnesota,
turun menjadi hostel saat di Chicago, dan kini saya memilih tidur di bandara.
Penerbangan saya terhitung kategori stopover
dan bukan transit, menyebabkan saya harus mengambil bagasi dan check in lagi
menjelang penerbangan selanjutnya. Saya tidak bisa kembali ke ruang tunggu
untuk menumpang tidur.
Jika ke Dubai menggunakan Maskapai Emirates,
penumpang stopover boleh masuk Dubai tanpai visa barang sehari dua hari. Di Abu
Dhabi, pemegang passport Republik Indonesia harus mengajukan visa meskipun
stopover hanya sehari atau dua hari.
Visa Abu Dhabi waktu itu saya apply
secara online. Visa online ini memungkinkan jika kawan menggunakan maskapai
Etihad dan menginginkan melihat Abu Dhabi barang sehari dua hari. Setelah
pengajuan, maka kurang dari satu minggu, visa akan dikirimkan lewat email.
Cukup di print, dan nanti ketika tiba di Abu Dhabi ditukar dengan visa asli di
loker Etihad, sebelum menuju antrian imigrasi.
Setelah melewati petugas imigrasi yang
terkantur-kantuk dan men-cap visa sekenanya, mata saya mulai memindai apa yang
ada di sekeliling. Saya punya print-out Bandara
O’Hare Chicago, tapi bodohnya tidak untuk Bandara Abu Dhabi. Bandara mulai
sepi. Hampir pukul 9 malam waktu setempat, dan masih delapan jam lagi menuju
pagi.
Perlu memindai beberapa tempat dan sudut,
sebelum akhirnya saya menemukan musholla hangat yang bisa dijadikan tempat
beristirahat. Tak saya temukan tulisan ‘dilarang tidur di mushola’, sehingga
saya dapat mengacuhkan rasa bersalah di kepala dan tertidur lelap.
Mushola Bandara Abu Dhabi |
Sehabis sholat subuh, saya bersih-bersih, mencuci muka, ganti
baju, dan bersiap untuk acara jalan-jalan kali ini. Masih di musholla, beberapa
pegawai Etihad baru saja selesai melaksanakan ibadah. Saya menanyakan dimana tempat penitipan
barang (loker), karena saya tidak mungkin keliling Abu Dhabi sambil menyeret
koper. Eh si staff yang ramah itu malah
menawari untuk early check in. “ Just
find me there”, ujarnya si staf cantik kepada saya.
Berbunga-bunga lah hati saya.
Sayangnya, keberuntungan tidak semudah itu menemui saya. Saya sudah memindai deretan counter, bersiap
menuju counter yang dijagasi si mbak cantik, dan mulai masuk antrian
Namun seorang lelaki menghadang saya. Ia menanyakan nomor
penerbangan saya. Sesuai regulasi, saya
baru bisa check in paling cepat 4 jam sebelum keberangkatan, unless saya mau mengubah jadwal
penerbangan menuju Jakarta dengan pesawat
jam 10 pagi ini. Masuk akal juga sih alasannya, mereka hanya takut mess-up bagasi saya dengan jadwal penerbangan pagi.
Dengan lunglai, saya keluar antrian counter check-in. Di luar
masih gelap. Pagi belum benar-benar tiba. Baiklah, saya akan kembali ke rencana
pertama: kembali mencari jasa penitipan bagasi.
Rupanya tempat
penitipan tersebut terletak di junction
antara terminal Etihad dan terminal lainnya.
Tempatnya tersembunyi dan si bapak penjaga tak selalu stand by di tempat penitipan.
Wall art campaign di Bandara ABu Dhabi |
Ongkos menitipkan bagasi ini berdasarkan jumlah koper yang
dititipkan, bukan berdasarkan berat atau besar kecilnya barang. Maka saya punya
PR membereskan barang bawaan saya agar hanya menjadi dua barang. Ongkosnya pun
lumayan. Namun tentu saja, membawa koper untuk berkeliling kota bukan ide
cemerlang.
Si Bapak penjaga loker tipikal orang yang ramah. Selain
memindai passport, ia juga menanyakan nama, sedikit bercerita, dan tentu saja
memberikan informasi.
Awalnya sempat terlintas untuk naik taksi ke pusat kota.
Namun menghitung jumlah mile dari bandara ke pusat kota, saya akan kehilangan
banyak dinar. Di setiap bandara besar, pastilah ada angkutan umum yang memadai.
Entah itu bus atau kereta. Benar saja, si bapak penjaga loker penitipan menyarankan untuk naik bus yang langsung menuju pusat kota dan berhenti di Marina Mall.
Ya dari Marina Mall ini mudah bagi saya untuk mengakses
antraksi kota Abu Dhabi lainnya. Begitu keterangan yang tertera di flyer gratis untuk turis yang tersebar di bandara.
Maka setelah mengucapkan terima kasih, saya bergegas menuju
halte. Saya kaget bukan main. Angin dingin menerpa. Cukup kencang, sampai semua
orang yang berada di luar menggigil dan mengusap-usap lengan masing-masing.
Tak seberapa lama, sesuai instruksi, saya naik bus nomor
tertentu. Perempuan dan laki-laki duduk di tempat yang dipisahkan.
Berkelebatan di kepala saya beberapa daftar tempat yang sudah saya hapal tadi
malam: Mesjid Sheikh Zayed Grand Mosque, Marina Mall, Herritage village, dan
The Corniche Road.
Tanda daerah kekuasaan perempuan di bus kota Abu Dhabi |
Bagaimana cerita satu hari di Abu Dhabi kelanjutannya? Kawan bisa membuka laman Catatan Perjalanan: Abu Dhabi, Chicago, Minnesota (Part 4)
2 Comments
Daaan.. bersambung! aaah kak >_<
ReplyDeletePita... hihi iyalah, biar keren gtu postingannya.
ReplyDeleteAnyway sambungan ceritanya udah ditulis kok :)
thanks for your comment.
will be shown after moderation