Pak
Sopir mengendarai bus dengan tenang, seolah-olah ini hari pagi minggu yang
cerah. Tak perlu terburu-buru. Bus ini sebentar-sebentar berhenti pada halte
yang telah ditetapkan. Jalanan bersih, dan lengang. Tak kelihatan satu biji pun kendaraan roda
dua. Sebaliknya, mobil mewah berserakan.
Jalanaan yang lengang di pagi hari - Abu Dhabi |
Hampir
satu jam berkeliling naik bus dalam suasana
pagi yang menyenangkan. Cukup berguna
untuk turis kere yang tak punya tujuan pasti. Hanya ending
acara naik bus pagi ini kurang menyenangkan. Katakanlah saya salah naik bus.
Pemberhentian terakhir bukan di Marina Mall, namun di Abu Dhabi Mall. Tapi tak
apa, toh juga sama-sama mall.
Masih
pagi. Banyak outlet yang belum buka. Di pintu depan mall, ada sebuah loket bus
hop-on hop-off yang menawarkan one day
tour. Cocok untuk turis-turis transit yang melakukan perjalanan lintas
benua.
Saya
melipir mundur ketika tahu untuk acara satu hari tour harus merogoh kocek
sekitar 950 ribu rupiah. Lebih baik saya kembali nai bus umum dan berkeliling
sampai bego. Tahu berapa ongkos naik bus dari bandara ke Abu Dhabi Mall? Saya
hanya perlu merogoh 4 dirham, atau sekitar 12 ribu rupiah.
Mall
Abu Dhabi berisi deretan toko barang-barang mahal. Merek-merek sama yang masih
bisa saya temukan di Mall Grand Indonesia, Jakarta. Tak ada yang sanggup saya
beli di sini. Jadi ketimbang sakit hati,
sebaiknya saya segera melipir pergi.
Mall Abu Dhabi |
Ada
baiknya mengisi perut saja. Terakhir saya makan di dalam pesawat. Otak
butuh nutrisi agar dapat bekerja cemerlang. Ingat, dalam perjalanan,
kawan harus penuh improvisasi dan
panjang akal.
Karena
tak akan saya temukan gerobak yang menjual bubur ayam, maka saya menuju depot
makan Subway tepat di seberang mall. Melahap cepat sebuah burger berisi meat ball yang rasanya enak banget.
Untunglah enak, jadi saya tak sia-sia membayar mahal. Harga burger di sini tak jauh beda dengan di
Chicago. Sekali lagi, Abu Dhabi tak
cocok untuk turis kere.
Kenyang
perut, hati tenang, dan saya naik bis lagi menuju Marina Mall. Tak begitu jauh,
hanya butuh waktu sekitar 15 menit.
Semula
saya membayangkan Abu Dhabi sedikit mirip Arab Saudi. Mengingat waktu umroh,
bahkan di Jeddah tak ada perempuan yang berkeliaran jalan sendirian. Jadi
dengan alasan keselamatan, saya mengambil inisiatif untuk mengenakan gamis.
Duh…duh,
kali ini saya salah langkah. Ketika sampai di pusat kota, suddently
saya merasa Saltum alias salah kostum. Di Abu Dhabi, meski masih Timur Tengah, totally different dari Arab Saudi.
Barangkali karena banyak pendatang dan ekspatriat, sehingga gaya berpakaiannya
sudah modern. Bahkan keturunan arab sekalipun berpakaian sangat modern.
Saltum- Abu Dhabi |
Beberapa
kali saya dikira orang Filipina. Namun tak peduli Filipina atau Indonesia,
kedua negara ini memilikin imej sebagai negera pengimport tenaga kerja informal
terbanyak di Uni Emirates Arab. Saya membayangkan saya terlihat seperti TKW
tersesat yang melarikan diri dari majikan.
Marina
Mall lebih besar dan lebih baru dari Abu Dhabi Mall. Dan tetap saja tak ada
yang sanggup saya beli di sini. Tepat di seberang mall ini, terdapat
breakwater, semacam pantai buatan, yang menyusur di sepanjang Corniche Road. Puluhan perahu layar, boat,
dan yacht kecil bersandar. Ada terlalu
banyak milyuner di kota ini.
Boat, yacht, kapal layar kecil, dan sejenisnya- Abu Dhabi |
Hari
yang cerah. Banyak pula pengunjung yang berjemur, memancing, naik sepeda,
jogging, atau sekedar duduk-duduk. Dalam
ingatan saya, inilah tempat paling menarik setelah Syeikh Jayed Mosque.
Emirates
Palace, terletak hampir di ujung jalan Corniche. Sebuah hotel maha mewah,
saking mewahnya sampai menjadi attractive
place di Abu Dhabi. Setelah memotret (hanya) gerbangnya saja, saya kembali
menelusuri peta. Ada satu tempat lagi: Heritage
village yang konon katanya masih berada di kawasan Corniche Road juga.
Matahari
terik menyengat, sementara sehari sebelumnya saya hampir mati kedinginan di
Chicago. Semangat jalan-jalan memang membuat fisik menjadi begitu kuat.
Bersimbah
keringat, dan sepanjang penelusuran di jalan Corniche, tak saya temukan
tanda-tanda plang nama Herritage Village.
Hilang
minat saya. Sepertinya juga bukan tempat wajib untuk dikunjungi. Lebih baik duduk-duduk di Corniche Beach
sembari menguapkan keringat.
Gerbang- Emirates Palace- Abu Dhabi |
Emitates Palace dari kejauhan- Abu Dhabi |
Selama perjalanan saya tak membeli layanan
data roaming. Berselancar selama ini
semata-mata hanya mengandalkan jaringan wifi. Ada baiknya mencari teman mengobrol. Sudah
sedari tadi malam saya hanya mengobrol dengan diri sendiri.
Seorang bapak-bapak setengah baya tampak asik
memancing. Yang membuat menarik, alat pancingnya yang super duper panjang. Baru
kali itu saya melihat alat pancing begitu panjang. Bahkan di televisi pun saya
tak pernah melihat. Lebih dari 30 meter ia rentangkan kailnya itu di pantai buatan yang
dangkal.
Awalnya
saya berbasa-basi tentang betapa hebatnya alat pancing tersebut. Lumayan, 20
menit perbincangan basa basi. Si bapak lucu, dan tentu saja sedikit ganjen. Setengah berlari ketika saya meninggalkan si
bapak yang terdengar berseru, “Hey, I
want to kiss you!”.
Corniche Road yang menyenangkan- Abu Dhabi |
Selepas
menuntaskan makan siang di Marina Mall, saya berdiri manis di halte bus. Hampir
semua bus yang stop saya tanyai, “Are you
going to Grand Mosque?”
Sampai
pada bus ke-6, pertanyaan saya dijawab dengan anggukan si abang sopir.
Saya
duduk di deretan paling depan, bersebelahan dengan wanita india yang bau rempah
ditubuhnya tercium kuat.
Saya
punya janji sore ini di Syeikh Jayed Grand Mosque
Iya,
janji pada diri sendiri.
----
1 Comments
Seru banget keliling2 di Abu Dhabi yaaa... Dulu aku cuma liat masjid Syekh Zayed, trus diturunin di Marina Mall *ga penting banget ya ke mall, gitu2 doang, tau gitu mending lama2in di mesjid*
ReplyDeleteBTW Rikaa... Ikutan kopdar IHB ajaaa... maksudnya hijab blogger bukan cuma fashion blogger tapi semua blogger yg berjilbab :D heheheheee
aku juga kan blog ga jelas :p
thanks for your comment.
will be shown after moderation