Rindu Terjauh

Rindu Terjauh


Surat untuk Mamak

Iya mak, kini sudah dua tahun semenjak kepergianmu. Anakmu ini masih kerap merindu. Terlebih-lebih ketika masalah datang, kadang datangnya bertubi-tubi pula. Maka Mamaklah satu-satunya orang yang bisa aku bayangkan. Hangat dada rasanya ketika membayangkan wajah dan suara mamak.

Begitulah dua tahun ini anakmu menjalani hidupnya. Dari kesendirian dan dari kerinduan akan masa lalunya.

Mak, aku ingat dulu ketika kau masih bisa kupeluk, aku malah ingin berlari jauh. Melihat dunia di luar pelukanmu. Kini ketika sudah aku lihat dunia, rasa-rasanya aku hanya ingin kembali ke pelukanmu, meringkuk di sana, nyaman dan hangat, selama-lamanya.

Dunia manusia dewasa semakin mengerikan, mak. Kadang aku ketakutan. Kadang aku ingin terasing saja, lalu bersembunyi pada tempat yang paling aman dan nyaman. Pelukanmu, mak. Sejak dari kandungan, manusia memang tak bisa lepas dari ibunya. Rahim yang hangat. Hingga tiba di dunia, ia pun masih terselubungi hangat pelukan ibu dan tehidupi dari air susu ibu.

Ah mak, sudah tua begini, anakmu bungsu mu ini masih saja manja. Ingin mendengarkan lagi suara mamak. Di malam-malam yang sepi, mamak kerap masuk ke dalam mimpi. Menghadirkan cerita (hampir nyata), bahwa mamak sebenarnya masih ada. Anakmu ini kerap terbangun tengah malam, berkeringat, dan sadar bahwa tadi barusan bayangan mamak hanyalah bentuk dari kerinduan. Dan membuat rindu ini semakin menjadi-jadi.

Mak, entah kapan kita bisa berjumpa lagi. Begitulah rindu terjauh ini tertanam. Ingin berjumpa tapi sudah tak sampai.  Kesal rasanya dada ini menghadapi ketidakmungkinan tersebut.


Dan begitulah rindu terjauh ini aku tuliskan Mak, agar berkurang sedikit saja. Agar aku tak mati karena rindu. Rindu setengah mati. 



*

Jadi ketika semua orang sibuk menulis surat, tak ketinggalan, saya ikut menulis. Kebetulan sudah lama sekali tak menulis surat. Saya yang dulu punya banyak sahabat pena, dan penantian tiap pulang sekolah hadir selembar amplop dari berbagai teman di nusantara.

Iya, kali ini surat yang tak bisa diposkan. Ah sudah bukan jamannya lagi memposkan surat lewat kantor pos bercapkan stempel pos yang ditekankan pada prangko.

Surat via surreal, surat yang langsung dibeberkan di media social, atau di media massa lewat surat pembaca. Sayang pak pos, kini kau bukanlah yang dinanti-nanti pencinta surat.

Kali ini saya ingin menulis surat pada mamak, pada yang terindu, pada yang paling dirindukan. Karena konon katanya, menulis adalah salah satu cara untuk sembuh. Dari rasa rindu. Dari cinta. Dari sakit hati. Dari penderitaan.
*


Jakarta, Agustus 2014

Post a Comment

2 Comments

thanks for your comment.

will be shown after moderation