Musim
hujan dan banjir dimana-mana, bagi yang punya barang berharga pasti butuh tempat
penyimpanan yang aman. Tahan air, gak bisa dibobol maling, anti api. Semacam
Safe Deposit Box (SDB) di bank. Saya sendiri punya akun SDB karena dua hal : hidup saya
masih nomaden dan frekuensi travelling saya cukup tinggi. SDB saya gunakan
terutama untuk menyimpan ijasah-ijasah dan transkrip. Ya soalnya barang
berharga lain belum punya sih :p.
Ilustrasi Save Deposit Box di Bank |
Belakangan muncul masalah, karena saya sekarang berdomisili
di daerah Palmerah, Jakarta Barat. Rasanya terlalu jauh dan boros untuk
merelakan satu hari kerja kalau hanya
demi mengambil selembar dokumen. Awal Januari, saat periode SDB saya di Bank BNI habis,
saya memutuskan untuk menutup akun SDB tersebut. Dan mencari SDB dengan lokasi lebih dekat.
Saya punya tabungan di BRI, BNI, Mandiri, dan Commonwealth Bank. Dan karena saya gak pengen buka tabungan lagi, maka saya batasi untuk mencari SDB dari keempat bank tersebut. Namun tololnya, saya tak menyangka jikalau ketersediaan SDB di daerah Jakarta Pusat bukan perkara gampang. Selepas menutup SDB di BNI cab. Fatmawati, dengan polosnya, saya langsung menuju BNI cabang Central Park, Jakarta Barat. Ternyata untuk membuat akun SDB di cabang ini harus punya tabungan BNI di cabang Central Park atau Daan Mogot. Policy selanjutnya bank akan menahan dana sebesar 30 juta selama pemakaian SDB. Wew…saya mundur.
Setelahnya, saya putuskan mencari-cari
info mengenai SDB via telpon terlebih dahulu. Sayangnya karena SDB sistemnya
tidak terintegrasi, jadi saya harus menelpon satu per satu cabang terdekat
mengenai SDB yang masih tersedia.
SDB center Bank Mandiri di Plaza
Mandiri, pelayanannya paling oke karena buka sabtu dan minggu. Sayang sudah
penuh dan antriannya juga panjang. Sedang
cabang Bank Mandiri lain yang tersedia SDB cukup jauh dari Palmerah. Tak putus
asa, saya coba menghubungi bank BNI cabang Gedung Jakarta Stok Exchange. Jawabannya masih sama,
SDB penuh. Bank BNI rupanya cukup favorit, mungkin karena layanan SDB nya
termasuk yang termurah.
Saya lalu beralih melirik bank
BRI. “Sudah penuh, coba ke BRI yang di depan Atmajaya Sudirman, sepertinya
masih ada yang kosong” jawab petugas Bank BRI cabang Benhill yang saya hubungi.
Saya diberi nomor telepon, namun urung menghubungi. Saya kurang sreg dengan
lokasinya.
Berhari-hari dokumen saya
disimpan di kosan. Bahkan menemukan SDB available yang sesuai saja, ternyata
susah. Pilihan terakhir saya hubungi Commonwealth Bank. Lokasi SDB Commonwealth Bank terdekat
yakni di belakang PIM 2, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Sayang, yang tersedia tinggal SDB ukuran
sedang. Boros dan lumayan jauh juga kalau dari Palmerah. Saya timbang-timbang
lagi. Saya buka lagi laman web BRI dan
BNI, mencari lokasi SDB terdekat. Ada di
BNI cabang Blok M, lagi-lagi penuh. Petugasnya lalu meminta no rekening saya,
lalu menyarankan daftar waiting list saja. Saya berada di waiting list kedua.
Mungkin sekitar Februari atau Maret ada yang kosong, petugasnya menerangkan.
Sebenarnya yang bikin saya pengen
cepat-cepat masukin dokumen ke SDB, karena februari besok saya ada rencana ke
luar kota sekitar dua minggu. Ketimbang kepikiran, sebaiknya SDB baru harus
saya temukan sebelum saya berangkat. Ada lagi satu harapan, Bank BRI Cabang Blok M. Petugas menjawab masih ada yang available, persyaratannya tinggal
membawa buku tabungan dan KTP. Segeralah saya meluncur ke lokasi membawa serta
dokumen yang mau disimpan.
Mungkin karena peminat SDB
banyak, bank-bank menerapkan aturan-aturan yang cukup mengikat. Awalnya si
petugas menolak karena KTP saya bukan KTP Jakarta. Saya harus bikin surat domisili
dulu dan surat keterang kerja dari kantor. Katanya untuk keperluan
surat-menyurat. Saya ngotot karena sebelumnya saya sudah menelpon ke Bank BRI
tersebut, dan syaratnya hanya buku tabungan serta KTP. Petugasnya tetap menolak dan minta dibuatkan
surat keterangan domisili. Bahkan bertanya mengenai latar belakang pendidikan
dan pekerjaan saya. Saya lalu ingat,
diantara dokumen-dokumen yang saya bawa, ada SK penempatan saya saat masih
bekerja di Kementrian. Ya saya tunjukkan saja sambil tetap ngotot. Alhamdulillah,
akhirnya si petugas luluh dan saya bisa membuka SDB baru.
Untuk biaya sewa dan jaminan
kunci, ketika di bank BNI cukup di debet dari rekening. Sedangkan di BRI ini
saya harus membayar tunai. Namun dari
segi keamanan, BRI lebih oke. Setidaknya sebelum masuk akses penyimpanan, ada
pencocokkan finger print dan foto diri. Lah kalau di BNI, saya biasanya datang,
ngasihin kunci dan sebutin nomor kunci, terus langsung bisa akses ke SDB. Bahkan
gak ditanya nama atau menunjukkan KTP. Seandainya ada temen saya iseng ngambil
kunci SDB saya, berpura-pura menjadi saya, sepertinya juga gak bakal ketahuan.
0 Comments
thanks for your comment.
will be shown after moderation