Agak
terlambat. Senin pagi semua dilakukan dalam keadaan serba malas. Pukul setengah
6, terlambat setengah jam dari rencana semula, saya baru berangkat dari kos. “Mbak
tau tempatnya?”, tanya abang sopir, “Enggak, cuma bawa alamatnya. Kayaknya sih
di dekat monas. Nanti cari-cari dulu deh”, jawab saya sembari nyengir. Malu
bertanya sesat di jalan. Untungnya kala itu saya cukup sekali bertanya.
Kedubes Amerika Serikat (AS),
gak kayak kedubes lainnya yang berupa gedung besar dan mewah. Lebih mirip camp
militer, kata seorang kawan. Cuma dikelilingi pagar tinggi. Gak keliatan
bangunan-bangunan di dalamnya. Yang membuat saya menyadari tempat itu merupakan
kedubes AS adalah antrian mengular di pintu masuk. Terdiri dari orang-orang
yang berpakaian necis dan masing-masing menenteng map. Saya di-drop sopir
kantor, melapor pada security, menunjukkan passport, kemudian ikut masuk
barisan antrian . Jam 6 pagi, tak banyak kendaraan lalu lalang di Jl. Medan
Merdeka Barat. Puluhan orang di depan saya masih berdiri stagnan. Dan hanya
butuh beberapa menit untuk menambah antrian di belakang saya menjadi beberapa
belas orang. Bapak-bapak di depan saya yang akan mengurus visa untuk kedua
kalinya, visanya yang pertama sudah expired, berkomentar: “Ya beginilah, bahkan
kanopi saja tidak ada. Makanya saya memilih wawancara jam 7, kalau jam 9,
antrian lebih panjang dan tentu saja lebih panas”. Saya mengangguk tanda
setuju. Tiap harinya ada ratusan orang mengantri, berdiri, dan berpanas-panasan.
Kalau musim hujan, ya mungkin berhujan-hujanan juga. Demi permohonan ijin tinggal di AS. Rasa-rasanya memang seperti bangsa kelas dua.
Saya agak heran melihat banyaknya pemohon visa yang membawa
handphone, memakai ransel dan tas jinjing besar. Saya sendiri hanya membawa tas
kanvas seukuran map berisi dokumen-dokumen plus dompet dan sebuah buku. Dari
beberapa review blog yang saya baca, pemohon visa tidak diperkenankan membawa
tas berukuran lebih besar dari dokumen serta tidak ada penitipan untuk
handphone dan barang elektronik lainnya. Ternyata kedua hal tersebut tidak
terbukti saat saya mengurus visa kemarin (catatan saya mengurus visa akhir
Agustus 2013 lalu). Memang handphone, laptop, tablet, kunci mobil yang ada
remotenya, token, serta makanan dan minuman tidak boleh dibawa masuk. Akan
tetapi bisa dititipkan di security saat awal pengecekan. Sedangkan tas, untuk
tas ransel akan ditandai petugas, but
overall semua tas bisa masuk.
Setelah melewati security
check, saya digiring menuju deretan kursi tepat
di samping lapangan basket . Agak rancu, jangan-jangan kami semua akan
disuruh nonton basket terlebih dahulu :p. Rupanya ini adalah antrian pertama
untuk penyerahan bukti konfirmasi wawancara, passport, dan pas foto. Nanti
sebagai imbalan, si tante bule di loket
akan memberikan kartu berupa nomor grup tertentu. Peserta wawancara akan dibagi
ke dalam beberapa grup. Setelahnya saya digiring masuk ke dalam beberapa lapis
pintu menuju ruang wawancara. Kali ini saya bernafas lega, ruangannya lebih
layak. Ber-AC dengan tempat duduk selayaknya kursi tunggu
.Hingga pukul 8.05, belum ada tanda-tanda wawancara akan
dimulai. Malahan terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwa sistem
komputernya sedang ada masalah. Yang berarti saya harus menunggu lebih lama.
*
Sebelum sampai pada tahap wawancara, ada beberapa langkah yang
harus dilalui. Konon, mengurus visa Amerika ini paling ribet diantara
visa-visa lain yang harus diurus seorang
pemegang passport Indonesia. Satu-satunya yang gak bisa diurusin lewat travel
agen. Tapi kalau mau disederhanakan, ada
6 hal utama yang harus kawan lakukan: 1) Membuat pas poto 2) mengisi form DS160
(dilakukan online) 3)Melakukan pembayaran di bank 4) Menyiapkan dokumen fisik 5)Menentukan
jadwal wawancara 6)Melakukan wawancara.
Kelima langkah sebelum wawancara tidak harus dilakukan
berurutan, tapi penting untuk diperkirakan waktunya secara matang. Misalnya
kawan menentukan jadwal wawancara senin depan, sedangkan surat sponsorship baru
dikirim minggu ini dari Amerika. Just in case suratnya belum nyampe saat jadwal
wawancara tiba kan bisa kacau. Saya waktu itu menggunakan JNE dan suratnya
sampai di Jakarta dalam waktu 4 hari.
Untuk pas foto, sesuai rekomendasi orang-orang, saya membuat
pas foto di Jalan Sabang. Memang
spesifikasi foto dan ukuran cetak foto untuk visa AS ini tidak lazim. Selanjutnya
saya melakukan pembayaran 180 USD, bisa di Bank Permata atau Standard Charter.
Curangnya, diterima atau ditolak visa AS-nya, uang tidak bisa kembali. Saya baru melakukan pengisian DS-160 saat
dokumen fisik sudah lengkap semua. Sebenarnya pengisian DS-160 ini masih bisa
diedit selama pemohon belum mengkonfirmasi jadwal wawancara. Dokumen yang perlu
kawan siapkan saat mengisi DS-160 antara lain: passport, kartu keluarga, KTP,
booking tiket dan alamat tinggal di Amerika. Sedangkan saat wawancara dokumen
fisik penunjang yang lazim disiapkan (meski sebenarnya tidak ada ketentuan
khusus dari Kedubes) yakni: surat
sponsorship, booking tiket, booking hotel, rekening koran, akte kelahiran,
kartu keluarga, asuransi perjalanan, surat nikah, ijasah, dan surat penugasan
(jika dalam rangka tugas).
*
Hampir pukul setengah sebelas
siang. Suasana mulai kisruh. Saya yang
berada dalam grup gelombang pertama berucap syukur. Katanya antrian di luar
sudah sangat panjang. Yang mendaftar wawancara tahap satu saja belum mulai.
Ditambah antrian wawancara dengan jadwal jam 9 pagi. Engkong-engkong,
nyonyah-nyonyah, bapak-bapak, mulai banyak yang
protes. Menunggu 3 jam tanpa barang elektronik dan koneksi ke dunia luar
bukan perkara mudah bagi orang-orang yang terbiasa sibuk. Kalau saya sih
senang-senang saja, karena berarti bisa bolos kerja setengah hari.
Tak lama, keluarlah pengumuman
bagi yang tidak bisa menunggu, diperkenankan mengikuti wawancara dari hari
selasa sampai jumat. Petugas kedubes akan memberikan kartu tanda disposisi.
Saya memilih menunggu saja. Bukan apa-apa, kalau ditunda sampai besok, berarti
deg-degan nya bertahan sampai besok juga. Agak ketar ketir karena seorang rekan
di kantor beberapa waktu lalu visanya ditolak. Not all applicants will be
received.
Seorang bapak yang bekerja di
perusahaan minyak negara, duduk tepat di samping saya menuturkan, menurut forum
kantor yang ia ikuti bahwa kerusakan di sistem komputer kedubes AS ini sudah
kerap terjadi. No wonder.
Hanya berselang sepuluh menit, 5
loket yang ada mulai dibuka. Sistem
komputer sudah bagus, kata seseorang dari pengeras suara.
Grup yang tadi sudah dibagi,
dipanggil kembali oleh petugas untuk pemindaian sidik jari. Setelahnya tiap
grup akan mengantri pada satu loket yang sama. Sebelumnya saya membayangkan
wawancara akan berlangsung seperti wawancara kerja, si pewawancara dan yang
diwawancarai sama-sama duduk. Yes, you
wish!. Ternyata proses wawancaranya lebih mirip saat saya membeli tiket
commuter di Stasiun Palmerah.
“Bang, satu visa ke Amerika ya bang”.
“Emang eneng ke Amerika mau ngapain?”.
“Mau bla…bla…bla… bang”
“Oh ya sudah, ni abang kasih visanya.
Hati-hati ya neng”.
Terlalu lama menunggu memang
bisa membuat khayalan menjadi-jadi. Saya sudah berdiri tepat di muka loket. Dua
orang di depan saya sedang diwawancara. Seorang ibu yang sudah cukup sepuh
ditemani seorang perempuan. Meski wawancara seharusnya berlangsung menggunakan
bahasa inggris, tapi si bule pewawancara juga bisa berbahasa Indonesia. Ibu itu
berbicara dengan logat jawanya yang medok. Ia ke Amerika dalam rangka wisuda
anaknya yang lulus cumlaude. Tentu saja si om bule gak peduli anaknya si ibu
ini cum laude atau tidak. Tapi saya yang di belakang si ibu peduli. Jadi ingat
dulu waktu acara wisuda S2 saya yang cuma dihadiri (mantan) pacar. Wawancaranya
berlangsung cukup alot, karena si ibu gak bisa menunjukkan nomor kartu tinggal
anaknya di Amerika. Hampir setengah jam
lebih. Tapi syukurlah visanya di approved.
Giliran
saya, gak banyak yang ditanyakan si om bule. Saya hanya menunjukkan surat
guarantee dan sponsorship. Berlangsung lebih kurang 10 menit, saya lalu diberi
kertas putih bertuliskan “Selamat visa AS Anda telah disetujui”.
Secarik kertas penanda visa telah di setujui |
Hari rabu, agak sorean saya
mendapat email dan SMS konfirmasi kalau passport saya sudah bisa diambil. Alhamdulillah dapat
visa AS B1(business) dan B2 (wisatawan) yang berlaku sampai 2018 J
Visa |
5 Comments
Senang kalau tulisan saya bermanfaat :)
ReplyDeletemba tanya dong..
ReplyDeletekok bisa dapat visa untuk 5 tahun? jangka waktunya ditentukan berdasarkan apa ya? apa bisa request? tq mba :)
Halo Meltje, untuk visa Amerika bagi WNI memang sekali approval dapat langsung 5 tahun. Jadi itu memang udah ketentuan dari sono nya :)
ReplyDeletemba mau nanya nih,
ReplyDeletekalau hanya ingin wisata saja apakah harus ada surat sponsor dari sana?, dan apakah harus menyertakan tiket pp,serta ittenary dsbnya?
Ya klo tiket pp dan itenirary sepertinya harus. Kalau memang gak ada sponsor, mungkin butuh kelengkapan dokumen lain, terutama yang membuktikan kemampuan finansial, seperti buku tabungan dan rekening koran.
ReplyDeletethanks for your comment.
will be shown after moderation