Pagi ini gelisah sudah
menghampiri, 25 Desember 2012, hari terakhir liburan. Hal pertama yang terpikir
oleh saya adalah bagaimana caranya ke Surabaya ?.
Sebenarnya
sewaktu kedatangan awal, saya sudah bertanya mengenai pembelian tiket kereta ke
Surabaya. “Tidak ada pembelian tiket reservasi, harus dibeli pada hari yang
sama. Loket sudah buka mulai pukul 3 pagi”, jawab Mbak yang bertugas waktu itu.
Yah namanya orang Indonesia, telat sudah menjadi kebiasaan. Akibat berleha-leha
ketika bangun, saya sampai di stasiun pukul 8 pagi. “Tiket Kereta Penataran ke
Surabaya tgl 25 Des 2012 HABIS”, sebuah tulisan pada secarik kertas terpampang
di loket penjualan. Pupus sudah harapan saya naik kereta ke Surabaya.
Alternatif
lain adalah menggunakan jasa travel atau bus. Bukan perkara mudah mencari
transportasi saat kepepet ditambah peak
season pula. Setelah menghubungi travel agen yang ke-7, barulah saya
berhasil mendapatkan dua kursi untuk tujuan Bandara Juanda.
.Hari
ini tak ada tujuan apa-apa, selain berkeliling kota Malang. Ada beberapa
Tourism Information yang saya lihat. Herannya semenjak kedatangan saya ke
Malang, tak ada tanda-tanda tourism information tersebut beroperasi. Dari hasil
mengamati ini pula, saya membaca salah satu spanduk berjudul Museum Malang
Tempo Doeloe. Sepertinya menarik untuk di explore.
Lewat
pertolongan google maps, saya akhirnya sampai ke sebuah jalan yang merujuk pada
alamat museum tersebut. Kantor Wali Kota Malang paling mencolok diantara bangunan-bangunan
yang ada di jalan itu. Saya lalu menghampiri petugas sekuriti yang kelihatan
sedang bertugas. “ Wah kurang tau e Mbak”, jawab si bapak. Ya sudah, saya
susuri saja jalan tersebut. Ternyata museumnya hanya terpisah dua bangunan dari
Kantor Wali Kota Malang, sodara-sodara.
Museum
Malang Tempo Doeloe terhitung baru berdiri, usianya masih dalam hitungan bulan.
Dimiliki oleh seorang seniman terkemuka asal Malang, museum ini menyajikan
sejarah kota Malang dari masa ke masa. Mulai dari jaman pra-sejarah, Kerajaan
Singasari, Kerajaan Majapahit,kisah Ken Dedes dan Ken Arok, masuk ke jaman
kolonial Belanda, penjajahan Jepang, masa perjuangan kemerdekaan, hingga Malang
saat ini. Sangat sangat lengkap untuk ukuran museum milik pribadi.
Tanpa
ada CCTV, tanpa guide, tak ada penjaga di satu titik pun dalam area koleksi
museum, tak ada peringatan untuk tidak menyentuh, semuanya menimbulkan rasa
curiga dalam diri. Beragam benda bersejarah, yang menurut keterangan telah
berumur puluhan hingga ratusan tahun silam, tergeletak begitu saja. Alangkah
mudahnya menjadi pencuri di museum ini.
Tergeletak begitu saja |
Sebulan
sebelumnya saya sempat berkunjung ke
Singapore Art Museum (SAM). Sangat kontras. CCTV dimana-mana dan ada beberapa
penjaga di tiap ruang pamer. Kawan saya waktu itu refleks menyentuh sebuah lukisan , langsung
kena semprot penjaganya. Kami lalu diikuti sampai keluar ruang pamer tersebut. Padahal
koleksi SAM adalah karya seni yang kebanyakan kontemporer, dan bukan benda
bersejarah.
Saya
mendiskusikan cukup lama dengan kawan seperjalanan saya, dan akhirnya kami
mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar koleksi di Museum Malang Tempoe Doeloe
ini mungkin tiruan. Bagaimana mungkin berbagai gerabah, berdasarkan keterangan
yang tertulis berasal dari era Sebelum Masehi (SM), dibiarkan tergeletak begitu
saja di suhu ruang normal dan berdebu. Ada juga sih yang diletakkan dibalik kaca,
sayangnya kaca tersebut tidak tertutup rapat.
Dalam Postulate Spontaneous, dikemukakan bahwa udara dapat membawa berbagai
mikroorganisme. Pun dalam kasus ini, jamur bisa saja tumbuh pada koleksi
berharga tersebut. Ya saya agak sebel karena tidak adanya keterangan asli atau
tiruankah koleksi-koleksi di museum ini.
But
overall, saya suka dengan konsep museum ini. Pengunjung seolah diajak masuk ke
lorong waktu. Sistematis dan ada banyak informasi yang tertera. Susunan
koleksi, tata letak, dan pencahayaannya pun oke. Saya kasih nilai 7 dalam skala
1-10.
Berusaha memahami sejarah |
Miniatur pasar |
Menyusuri lorong waktu |
(Masih) menyusuri lorong waktu |
Koleksi media massa saat penjajahan Jepang |
2 Comments
wew, saia sring ngalor ngidul dimalang, tpi bru tau klo di malang ada museum..
ReplyDeletebaru ngerti juga kalau ada museum ini
ReplyDeletethanks for your comment.
will be shown after moderation