Pantai Sendang Biru |
“Besok kita harus bangun subuh-subuh, perjalanan ke Pantai Sendang
Biru memakan waktu sekitar 3 jam, nanti di Pulau Sempu trakking sekitar 1 jam
kalau medannya sedang tidak berlumpur.”
Apa daya,
omongan tidak omongan. Saya baru bangun jam 6 pagi. Mandi, dandan, sarapan, dan
kegiatan pritil pritil lainnya membuat saya mulai berangkat jam 8. Eh pakai
acara salah angkot segala. Duh…
Berawal dari
alun-alun, saya naik angkot menuju Terminal Gadang. Dari sana, saya melanjutkan
naik metromini menuju Pasar Turen. Nanti turun dari metromini di Pasar Turen
ini akan banyak mas-mas yang menawarkan angkutan umum sejenis Elf menuju
Sendang Biru. Kalau terburu-buru waktu, bisa langsung sewa. Tapi kalau tidak
dalam rombongan, ya mending sharing saja dengan penumpang lain. Hampir 40 menit
saya menunggu sampai Elf penuh dan siap berangkat.
Penantian saya
memang sesuai dengan ongkos yang dikeluarkan. Lima belas ribu rupiah untuk
durasi perjalanan hampir dua jam melewati perbukitan dengan sisi kiri dan kanan
yang curam nan terjal.
Matahari sudah
di atas kepala ketika saya sampai. Air pantai ini memang biru, sesuai namanya
Pantai Sendang Biru. Bibir pantai tak terlalu lebar. Penuh dengan deretan
perahu penangkap ikan dan perahu penumpang.
Karena
Pulau Sempu merupakan daerah konservasi, maka untuk melakukan perjalanan ke Segara
Anakan harus ijin ke posko balai konservasi dulu. Nantinya pengunjung akan
ditemani guide dari Balai Konservasi. Ada dua pelancong lain, yang juga ingin ke
Segara Anakan, bisa share sih, tapi
mereka berencana menginap di Sempu. Sedangkan saya tak membawa persiapan
apa-apa untuk menginap. Bapak yang bertanggung jawab di posko menasehati bahwa
Sempu memang bukan tempat wisata, melainkan untuk penelitian.
Posko konservasi wilayah |
Seandainya saya
nekat berangkat, mungkin sampai di Segara Anakan jam 2 siang, dan harus
buru-buru balik karena Elf beroperasi paling sampai jam 4 sore. Setelah menimbang
manfaat dan risikonya, saya dan kawan akhirnya memutuskan tetap menyeberang ke
Pulau Sempu namun tidak ke Segara Anakan. Saya menuju ke sebuah pantai yang
terletak di sisi lain pulau. Pantai Waru-waru namanya.
Hanya butuh
waktu tak lebih dari 20 menit untuk menyeberang ke Pulau Sempu. Kalau ingin
lebih lama, pengunjung bisa mengitari pulau, memakan waktu sekitar 2 jam, tentu
dengan ongkos yang berbeda pulau. Sewa perahu untuk antar-jemput ke Pulau Sempu
100.000 IDR. Harga fix dan tak bisa
ditawar.
Di luar
ekspektasi awal, ternyata pantainya berpasir putih, halus, dengan laut biru,
menjorok ke dalam, membentuk selat sempit antara Pulau Sempu dan Pulau Jawa.
Karena posisi yang menjorok ke dalam ini pula, pantai ini cenderung tenang dan
tak berombak. Duh senangnya bisa guling-guling dan berenang-renang di pantai.
Lalalala….
Berenang-renang |
Tidak ada
apa-apa di Pantai Waru-waru, termasuk kamar seucrit pun untuk ganti baju. Berbasah-basah
ria lah, nanti baru ganti baju ketika balik ke Pulau Jawa. Mau ganti baju
di semak-semak juga tidak mungkin, karena pantai hari itu ramai sekali.
Rata-rata keluarga yang berangkat tamasya.
Kembali ke
Sendangbiru, juga tak banyak fasilitas yang tersedia. Hanya beberapa penjual kaki lima, dan 7 kamar
mandi merangkap kamar ganti untuk seluruh pengunjung Sendangbiru dan Pulau Sempu.
Mau makan pun tak ada pilihan kecuali mie rebus dan nasi rames yang jenis
lauknya bisa dihitung dengan jari.
Antrian toilet |
Beranjak jam 3
sore, saya bersiap pulang. Tak banyak Elf yang menuju Pasar Turen. Awalnya
ditawarin mas yang mengantar tadi pagi. Saya akan ikut rombongan yang baru
pulang camping dari Segara Anakan. Cukup lama menunggu. Saya agak curiga melihat rombongan yang sepertinya lumayana
ramai. Iseng, saya bertanya ke salah satu anggota rombongan yang lagi makan di
warteg. “ Kita satu rombongan ada 15 orang”. Wow…15 orang?. Saya dan Kawan mau
ditaruh dimana?. Bisa tewas dua jam dibikin pepes di dalam Elf dengan kondisi
jalan berliku-liku. Ada sih alternatif lain, yakni naek ojek. Tapi naek ojek
melewati perbukitan selama hampir 2 jam, tentu perlu ongkos lebih besar.
Akhirnya saya kembali ke pantai, mencari
Elf lain, satu-satunya Elf yang tersisa sore itu. Pukul setengah 4, saya
meninggalkan Sendang Biru sembari dadah-dadah ke mas sopir Elf pertama tadi :p
Elf penuh intrik |
Selat antara Pulau Jawa dan Pulau Sempu |
Kalap liat pantai |
3 Comments
wahhh kalau saiia pasti kalapnya laen nii klu liad pantai.. kalap klu di jeburin.. maklum gag bisa renang :( hiks
ReplyDeleteBelajar Photoshop
Wah, perencanaannya kurangm matang. Kamar ganti itu kudu wajib ada di sebuah obyek wisata yang mengandalkan perairan sebagai daya tariknya. Weleh.. weleh..
ReplyDeleteBtw, Elf itu istilah untuk angkot ya? Apa terbang seperti peri? :D
Bwahahaha, iya itu Elf diambil dari merk mobil dengan body seperti itu.
ReplyDeleteBentuknya kayak angkot, tapi lebih besar, dan duduknya juga tidak menyamping.
Seperti penggunaan istilah 'Honda' lah :)
thanks for your comment.
will be shown after moderation