Life of Pi, saya pun tergoda
menonton film ini karena ocehan akun-akun di Twitter, meski belum sempat
membaca review dan sinopsis film ini.
Ekspektasi awal saya
adalah animasi yang memukau dan cerita yang menghibur, seperti film Avatar. Setelah
menonton, oke…saya lebih suka Life of Pi. Alur dan settingnya lebih masuk akal.
In The end, saya sampai mikir aja, jangan-jangan cerita film yang diangkat dari
sebuah novel ini base on true story.
Film
ini kaya akan dialog yang bagus. Cukup mudah dicerna, namun menghenyakkan. Yang
kedua, di film ini tidak ada tokoh antagonis. Bagaimana menciptakan film ciamik
yang mampu bermain dengan emosi penonton tanpa seorang atau beberapa orang
tokoh antagonis ?. Yap, Ang Lee is Brilliant!.
Dari
beberapa review yang saya baca, ada yang menganalogikan bahwa hubungan Pi dan
Richard Parker sebagai hubungan antara laki-laki dan perempuan. Saya sendiri
memandang hubungan Pi dan Richard Parker, sebagai hubungan seorang manusia,
dengan sesuatu yang liar dalam dirinya, katakanlah nafsu.
Di
awal film, saat Richard Parker dan Pi masih sama-sama kecil. Saat itu ia dimarahi
ayahnya karena hampir saja memberi makan Richard Parker dengan tangan kosong.
Dalam sebuah nasehatnya, si ayah menekankan bahwa Richard Parker tidak sama
dengan manusia, ia tidak memiliki emosi. Apa yang dilihat Pi dari mata Richard
Parker hanyalah pantulan emosinya sendiri.
“All you can see in his eyes is your own.”
This
film reflects me something. Bagaimana kita memilih untuk takluk dan mati karena
nafsu sendiri, atau kita memilih untuk mengendalikan nafsu itu. Seliar-liarnya
harimau, seliar-liarnya nafsu, kalau tahu bagaimana cara mengelolanya, kita
bisa hidup bersamaan, tanpa harus ‘kalah’, tanpa harus ‘mematikan sisi
kemanusiaan, Not to kill mankind of a man.
Dalam
usahanya bertahan hidup selama 227 hari, Pi berkata jika tidak ada Richard
Parker, mungkin dia sudah (memilih) mati. Nafsu membuat manusia ingin
terus bertahan hidup, sekeras dan segetir apapun jalan hidup yang dilalui. Semangat
dan ketangguhan bertahan hidup sebagian besar datang dari sebuah keinginan,
atau istilah kasarnya, nafsu.
Iya,
si Richard Parker lah si dua sisi mata pisau itu. Tanpanya, Pi mungkin sudah
mati, tapi dengan Richard Parker pula, Pi bisa mati. This is all about to
handle up your alter-ego.
Okay,
I should said “This is film of the month: Life of Pi.”
“All of life is an act of letting go but what hurts the most is not
taking a moment to say goodbye.”
- Life of
Pi
0 Comments
thanks for your comment.
will be shown after moderation