Sekedar berbagi pengalaman dan penilaian. Saya mengikuti tes
IELTS di awal tahun 2013, dan TOEFL IBT
pada Bulan Desember masih di tahun yang sama. Biaya IELTS sebesar 195 USD,
sedangkan TOEFL IBT sebesar 175 USD.
Ada dua jenis tes IELTS, academis test dan general training
test. Kalau untuk syarat penerimaan
mahasiswa di universitas, jelas merujuk pada academic tes, sedangkan general training tes lebih
ditujukan untuk peserta yang berencana menjadi professional atau expatriat.
Untuk acceptability, baik IELTS maupun TOEFL IBT, saya rasa tak ada yang bermasalah. Hampir
semua universitas yang membuka kelas international, terutama untuk pelajar dengan bahasa ibu bukan bahasa
inggris, menerima baik TOELF IBT maupun IELTS. Yang jadi point penting, bagaimana
kemampuan dan keterbiasaan kita mengerjakan soal-soal dari kedua tes tersebut.
Meskipun yang di test sama: listening, reading, writing, dan speaking. Namun
metode dan tipikal soal menurut saya ada perbedaan yang barangkali sedikit
banyak mempengaruhi hasil tes.
Untuk mengikuti TOEFL IBT, cukup mendaftar langsung di situs resmi TOEFL IBT, pembayaran dilakukan via kartu kredit. Nanti akan dikirim email tiket
bukti pembayaran, tinggal diprint dan
dibawa langsung saat hari H. Nanti sebelum tes, peserta akan diambil fotonya. Karena saya mengikuti tes IELTS dulu baru kemudian ikut TOEFL
IBT, terus terang TOEFL IBT keliatan agak ‘kuno’ ketimbang IELTS. Apalagi kalau
melihat jumlah peserta TOEFL IBT, yang secara kasar saya amati hanya sepertiga
dari jumlah peserta IELTS yang waktu itu saya ikuti. Kala itu saya tes TOEFL
IBT lewat ETS Jakarta yang di Jl. Jendral Sudirman. Tes berlangsung di ruangan
sempit semacam kelas laboratorium bahasa kala SMA dulu. Sungguh membuat mengantuk.
Sementara untuk tes IELTS,
peserta mendaftar ke lembaga-lembaga yang telah dituju. Saat itu saya memilih tes di IDP Pondok
Indah. Mungkin karena IELTS sedang nge-hits, sebaiknya kalau sudah
well-prepared, mendaftarlah jauh-jauh hari. Peminat tes IELTS cukup banyak.
Saat itu bahkan saya sempat kepikiran tes IELTS di Bandung atau Jogjakarta,
seandainya yang di Jakarta sudah penuh semua. Saat pendaftaran saya datang
langsung ke IDP Pondok Indah, mengisi form, melakukan pembayaran, serta
dilakukan pengambilan foto. Saat hari H,
sebelum masuk kelas, peserta akan diminta berbaris, menunjukkan ID, bisa
berupa KTP atau Passport, serta dilakukan pemindaian sidik jadi. Lokasi tes
IELTS bisa diberbagai tempat, waktu itu saya tes di sebuah sekolah internasional
masih di kawasan Pondok Indah.
Membandingkan IELTS dan TOEFL IBT |
Overall, saya lebih
menikmati tes IELTS ketimbang TOEFL IBT. Soalnya yang beragam membuat tak
mengantuk, meskipun dari segi keterbiasaan, jelas saya lebih familiar dengan
tipikal soal di TOEFL yang hanya berupa pilihan ganda. Tak tahu jawabannya pun masih bisa ditebak.
Sekarang saya coba membanding tiap-tiap sesi dari kedua tes
tersebut. Well, ini subyektif aja
sih, berdasarkan pengalaman saya tes. Bisa jadi tiap orang punya pengalaman
yang berbeda saat mengalaminya.
Listening.
Karena di TOEFL IBT peserta mengenakan headseat, jadi
pronouncationnya terdengar lebih jelas, apalagi yang digunakan adalah American
English. Kuping yang biasa mendengar lagu-lagu dan percakapan di film
Hollywood, yang notabene menggunakan American English, tentu membuat saya lebih
mudah memahami.
Sedangkan IELTS, kala
itu saya mendapati soal percakapan
dengan logat Inggris dan Australia. Terus terang untuk Australia English, saya
benar-benar tidak terbiasa. Ditambah soundnya menggunakan satu speaker yang
terdengar ke seluruh kelas
(tidak menggunakan headset). Alhasil banyak kata-kata yang tak saya
pahami. Meleset sedikit saja soal
pemahaman percakapan bisa fatal karena tipe soal IELTS yang tidak hanya berupa pilihan ganda.
Kebanyakan adalah isian singkat, mencocokkan
jawaban dan pertanyaan,atau pilihan ganda dengan jawaban lebih dari satu.
Listening
adalah sesi pertama di IELTS dan sesi kedua dalam tes TOEFL IBT.
Reading
Sesi reading di TOEFL IBT merupakan bagian paling
membosankan. Meski passage nya lebih
pendek dibandingkan dengan IELTS, tapi kalimat
dan vocabulary nya lebih sukar. Artikelnya
seperti bagian yang diambil dari buku teks kuliah tingkat advance. Membaca passage-passage di TOEFL IBT membuat mengantuk dan kadang
kehilangan konsentrasi. Pertanyaannya pun sangat tradisional, biasanya hanya
berupa main idea, refers to, sinonim, dsb. Sebenarnya ada tips reading saat tes
TOEFL yakni dengan metode skimming dan scanning. Jadi ya gak semua artikel
dibaca, kita hanya men-skimming, lalu nanti tinggal dicari pertanyaan yang
merujuk ke kalimat tertentu di artikel. Sayangnya, saya sering panik, kalau
hanya men-skimming satu passage. Hasilnya malah kadang gak ngerti sama sekali.
Saya sukar memahami secara parsial sebuah passage. Eloknya memang harus
dipahami secara keseluruhan. Namun waktu yang terbatas membuat ending sesi
reading TOEFL selalu diakhiri dengan
main tebak-tebakan.
Passage reading di IELTS menurut saya lebih mudah dipahami.
Teks nya tidak merujuk ke mahasiswa, tapi lebih ke pembaca secara general.
Semacam membaca artikel serius di New York Times, business review, atau hasil penelitian yang telah dituangkan
dengan redaksional yang baik untuk dipahami orang awam. Cuma memang satu
artikel bisa dua kali lebih panjang dari passage di TOEFL, pun jenis soal
pilihan ganda dan pertanyaan yang lebih ‘njelimet’. Antara yang tersurat dan
tersirat di artikel tersebut. Jadi saat membaca benar-benar harus dipahami dan
disimpulkan sendiri.
Sebelum tes, sebaiknya kawan banyak-banyak membaca berita
berbahasa inggris. It works much.
Reading
menjadi sesi kedua dalam tes IELTS dan sesi pertama untuk TOEFL IBT.
Speaking
Saat tes speaking di IELTS, peserta akan langsung berbicara
dengan assessor yang telah ditunjuk. Setelah tes tertulis IELTS berakhir,
kira-kira jam 12 siang, peserta harus datang lagi ke tempat tes speaking
dilaksanakan, biasanya di lembaga yang bersangkutan juga. Jadi sebaiknya kalau
mau tes IELTS, pilih lembaga yang
lokasinya gak jauh dari tempat tinggal. Karena sesi speaking berlangsung sore
atau malam hari.
Ketika
itu saya sempat menghubungi Sun Education yang juga melaksanakan tes IELTS.
Staff nya helpful, dan saya boleh mendaftar dengan hanya mengirimkan scan KTP
via email tanpa harus datang langsung. Foto dan pemindaian sidik jari akan
dilakukan saat sebelum tes. Sayang lokasi tes nya di daerah Mangga Besar. Sedangkan
untuk tes lewat IDP Kuningan atau IDP
Pondok Indah, calon peserta harus datang langsung untuk mendaftar. Saya yang
berdomisili di daerah Cilandak akhirnya merelakan satu hari kerja demi
mendaftar tes. Sebagai catatan, staff
IDP Pondok Indah dan IDP Kuningan songongnya tingkat dewa kalau menjawab pertanyaan
via telepon.
Sesi speaking IELTS hanya berlangsung kira-kira 15
menit. Pertanyaan pertama adalah seputar
personal, kedua mengenai suatu topic tertentu, dan ketiga nantinya akan ada
pertanyaan follow-up dari respon kita
di topik sebelumnya. Waktu itu saya dapt
assesornya cowok yang sangat helpful dan friendly. Kebetulan pula waktu itu
saya dapat topic tentang travelling. Kalau kawan sering ngobrol sama bule,
misal saat travelling, atau sekedar speak-speak English di kantor, sesi
speaking ini bisa jadi sesi paling menyenangkan.
Dalam tes TOEFL IBT, pertanyaan mengacu pada suatu passage
yang dikombinasi dengan percakapan atau lecture yang didengar peserta. Speaking boleh dinobatkan sebagai bagian yang
paling saya benci di TOEFL IBT. Ackward
banget saat harus ngomong di headset, apalagi karena sesinya hampir bersamaan,
semua peserta yang ikut di kelas itu harus juga berbicara. Dan walaupun sudah
pakai headset, tetap aja ada suara peserta yang kedengaran. Sungguh mengganggu. Belum lagi timer yang terus
keliatan di depan komputer. Bikin gak
konsen berbicara disaat waktu yang tersisa kurang dari 20 detik lagi. Saya
benar-benar gagal di speaking TOEFL IBT ini.
Speaking adalah sesi ke tiga dalam tes TOEFL IBT dan sesi
terakhir dalam IELTS.
Writing
Well, bagi saya yang belajar bahasa inggris hanya otodidak.
Hanya dari paparan sehari-hari materi pelajaran, email, baca artikel, lagu-lagu
atau film barat. Menulis, dalam makna
benar dan sesuai kaidah bahasa inggris bukanlah perkara gampang.
Dalam IELTS, ada dua soal. Pertama menginterpretasikan suatu
data, bagan, grafik, atau sejenisnya. Soal kedua mengenai suatu topik. Peserta lalu
menulis opini yang dikembangkan dari topic tersebut. Writing dalam IELTS juga berarti benar-benar
writing dalam makna manual. Semuanya ditulis tangan.
Dalam TOEFL IBT juga ada dua soal. Pertama adalah integrate
writing, aka nada satu passage singkat dan satu lecturing yang harus didengarkan. Biasanya merupakan dua hal yang
bertentangan, tapi di sini peserta hanya diminta merangkum. Sebagai enrichment,
harus pintar-pintar membolak balikkan kalimat dan mencari kata ganti (sinonim).
Bagian kedua adalah independent writing.
Ada satu passage cukup panjang mengenai topic tertentu. Nantinya tulisan
peserta akan berupa opini atau (dis)agreement dari passger tersebut. Kelebihan sesi
writing di TOEFL IBT karena menggunakan komputer, prosesnya terasa lebih cepat.
Karena saya lebih cepat mengetik ketimbang tulis tangan, pun untuk editingnya
lebih mudah, tinggal cut-paste. Ditambah jumlah kata yang telah diketik akan
tertera otomatis di layar komputer.
Writing merupakan bagian terakhir dari sesi TOEFL dan sesi
ketiga dalam tes IELTS.
*
Saat sebelum mengikuti tes, saya pun banyak mencari info
mengenai IELTS dan TOEFL IBT, baik lewat situs resmi maupun pengalaman
teman-teman blogger. Jadi semoga tulisan ini bermanfaat J
9 Comments
waaah test IELTS & TOEFL hmmm... curiga curiga hmmmm
ReplyDeleteahahai..curiga apa mbk mila? ini hanya mencoba menguji kemampuan sahaja :)
ReplyDeleteHai,
ReplyDeleteJadi dari pengalaman kamu, lebih enak test toefl ibt atau ielst?
Lalu dari segi materi lebih mudah test yang mana?
Mohon info
Terima kasih
Materi sama aja sulitnya. Tapi kalau dari tipe tes nya, saya lebih senang tes IELTS
ReplyDeleteMateri sama aja sulitnya. Tapi kalau dari tipe tes nya, saya lebih senang tes IELTS
ReplyDeleteMateri sama aja sulitnya. Tapi kalau dari tipe tes nya, saya lebih senang tes IELTS
ReplyDeleteMateri sama aja sulitnya. Tapi kalau dari tipe tes nya, saya lebih senang tes IELTS
ReplyDeleteMateri sama aja sulitnya. Tapi kalau dari tipe tes nya, saya lebih senang tes IELTS
ReplyDeleteMateri sama aja sulitnya. Tapi kalau dari tipe tes nya, saya lebih senang tes IELTS
ReplyDeletethanks for your comment.
will be shown after moderation