And the Mountain Echoed, karya terbaru Kholed Hossaini, masih memukau, membuat saya memikirkan ceritanya hingga terbawa ke alam mimpi. Sesuai review dari New York Times, karya terbaru Kholid kali ini memang lebih complicated. Setting rentang waktu yang panjang antara tahun 1930-an hingga tahun 2010, antara satu tokoh dengan tokoh lainnya membuat saya harus membolak-balik halaman. Mengingat keras tokoh-tokoh mana saja, dan siapa ‘akuan’ yang sedang bercerita saat itu.
Empat bab pertama, buku ini benar-benar menyihir saya. Namun
di pertengahan, saya merasa Hossaini agak keteteran. Terutama saat ia
menceritakan kehidupan Pari di Paris, Prancis. Kurang deskriptif dan terkesan
tergesa-gesa. Entahlah, apa memang sumber kekuatan karya-karya Hossaini adalah
Afganistan dan kehidupannya yang indah meskipun keras. Iya, setting Prancis,
Amerika, dan Yunani di novel ini malah mengurangi kesukaan saya pada novel ini.
Cerita membosankan di tengah ini membuat saya ketiduran, dan akhirnya melanjutkan
membaca keesokan harinya.
Tak banyak memang buku tentang Timur Tengah yang saya baca.
Tiga novel Khassaini, trilogi perjalanan Agustinus Wibowo, serta beberapa buku
non fiksi tentang sejarah Islam di Timur Tengah. Bagi saya negara-negara
seperti Afganistan, Pakistan, Oman, Arab Saudi, Mesir dan sekitarnya masih
merupakan tempat eksotis dengan budaya yang meraksasakan rasa ingin tahu.
Kite Runner, pertama kali saya menikmatinya lewat film.
Film yang membuat saya berurai airmata. Hampir kira-kira satu tahun setelahnya,
saya menikmati buku pertama Kholid Hossaini ini. Masih sama mengesankannya. Dan
masih membuat saya berurai airmata. Salah satu novel yang paling mengesankan
bagi saya hingga detik ini. A Thousand
Splendid Sun, juga tak luput menguras airmata. Hanya di novel ...and the Mountain Echoed ini airmata
saya absen. Terlalu banyak tokoh. Terlalu banyak cerita. Agak bingung saya. Entahlah…mungkin kecerdasan
saya gak nyampe untuk menikmati cerita secomplicated itu:p.
Hossaini masih berkisah soal
identitas, darah daging, dan watak manusia. Sekaligus di dalam karya-karyanya,
Khossaini seolah ingin menonjolkan bahwa setiap manusia pasti menyimpan satu
misteri, satu rahasia, di dalam dirinya. Entah itu suatu kepedihan, kesedihan,
kehilangan, hasrat, pandangan hidup, keyakinan, hingga keraguan. Sesuatu jauh
di dalam lubuk hati, sebuah persembunyian yang paling sunyi (khafi al-akhfa).
Dan siapalah saya hingga mau mengkritik karya
yang dipuji oleh New York Times ini. Overall,
menurut saya novel ini tetap masuk list ‘buku wajib baca’.
1 Comments
Siap ! Rekomendasi dulu ah :)
ReplyDeletethanks for your comment.
will be shown after moderation