Be Thankful

Be Thankful


Somewhere out there, there’s somebody mad because of wanting what you’ve had. Be grateful. Be thankful
Mengejutkan sekaligus menghenyakkan,  saat seorang kawan, teman atau bisa dibilang kenalan masa kecil saya, menceritakan betapa ia (yang usianya hanya terpaut satu tahun dari saya) begitu iri melihat masa kecil saya. Ia kerap mengintip dari lantai 2 ruko miliknya yang terletak tepat berseberangan dengan ruko saya. Katanya saya kecil yang punya orangtua lengkap, saya kecil yang terlalu dimanja, saya kecil yang selalu berkecukupan materi, saya kecil yang mendapat berlimpah kasih sayang dari orangtua dan kakak-kakak. Dia memperhatikan saya. Dan dia iri.
 Tuhan, mungkinkah saya lupa bersyukur, ternyata ada orang lain yang will take for granted apa yang saya miliki waktu kecil. Dia yang dibesarkan oleh seorang ibu yang berperan sebagai single parent. Tuhan, betapa beruntungnya saya.
Dan dia baru menceritakan kini, ketika kami terhubung lagi, setelah sekian lama tak bertemu. Tak terhitung berapa tahun, setelah menyelesaikan masa SMP,  saya masuk SMA asrama, lalu dia bersekolah pesantren di pulau jawa. Lalu dia kembali berkuliah di Pulau Sumatra, dan saya berkuliah di Pulau jawa. Dan kini dia bekerja di pedalaman pulau Kalimantan, dan saya bekerja di kota metropolis ini. Saya gak sadar, tapi dia sadar, dan dia tahu perkembangan kuliah saya, pekerjaan saya, dia bahkan hapal dulu saya pindah SD sampai 3 kali, sementara  saya bahkan tak tahu dia dulu sekolah di SD dan SMP mana.
 Kini, ruko warung kopi  miliknya tak  lagi dikelola sang ibu. Pun ruko toko kelontong saya  telah tutup beberapa tahun yang lalu. Kami terhubung lagi. Dia yang sempat hilang dalam ingatan saya. Dan saya yang masih menjadi alter ego masa kecilnya. Dia sempat berkomentar “Kamu dulu terlalu dimanja, aku gak nyangka sekarang kamu bisa jadi mandiri dan tangguh begini”.
Saya ingat betul, waktu kecil saya merasa weirdo banget. Pertengahan tahun 1990-an di kampung saya, yang bahkan hingga kini pun belum ada toko buku,  sangat aneh kalau ada anak kecil yang lebih banyak membaca ketimbang bermain panas-panasan di luar rumah bersama teman-teman. Tapi saya memang terlalu terhipnotis oleh tulisan dan bacaan. Saya rela menghemat uang jajan, menabung demi membeli majalah anak tiap minggunya. Kalau majalah yang tak seberapa jumlah halaman itu tuntas saya baca, maka saya beralih pada koran kiloan yang berserakan di toko. Iya, koran kiloan yang biasa digunakan untuk bungkus gorengan itu. Terutama international news nya, wisata, serba-serbi, karikatur, dan cerpennya. Itulah surga masa kecil saya. Suatu saat ada juga berdiri sebuah tempat persewaan buku, lagi-lagi satu-satunya di kampung, saya beralih rajin menyewa komik dan novel. Saking weirdo nya , waktu itu saya  sampai punya ketakutan dengan apa yang terjadi pada diri saya kalau besar nanti.

Beranjak dewasa, saya mulai sadar ada banyak kenangan indah yang Tuhan berikan dalam masa kecil saya. Tapi apa yang kawan kecil saya ungkapkan hari itu, menjadi semacam tamparan, bahwa ada seseorang di sana, setengah mati menginginkan apa yang Tuhan telah berikan kepada saya. Saya harus bersyukur. Lebih. Terus. Tanpa jeda. Tak terkecuali. Tanpa berhenti. 

Ruko penuh kenangan :' )

Post a Comment

2 Comments

  1. Hmm... pernah kejadian juga di saya mbak, salah satu teman yang katanya ingin berpindah posisi menjadi saya. Kadang hal-hal kayak gini yang bikin tertohok ya mbak. Diingetin untuk terus bersyukur... :)

    ReplyDelete
  2. Iya, bersyukur terus dan tak boleh berhenti :)

    ReplyDelete

thanks for your comment.

will be shown after moderation