“ There must be,
uncomfort feeling, awkward moment when you wake up in the morning, on different
bed, as usual. Feel different smell of the air that you take.”
But I always miss that feeling, sometimes trying
to repeat once, and once more.
Saigon Mini Hotel di Ho Chi minh City, Vietnam.
Hotel ini masuk jajaran 5 besar
hotel terbaik di HCMC menurut review di sebuah situs pemesanan hotel. Tak
sia-sia saya mempercayai situs tersebut. Dengan hanya merogoh tak sampai 15 USD
permalam, pengalaman saya menginap di hotel ini sangat memuaskan.
Tampilan luar terlihat seperti ruko, letaknya agak
tersembunyi melewati gang sempit namun
masih cukup luas untuk mobil masuk, hotel ini terletak di Pham Ngu Lao, sebuah
kawasan yang sangat nge-hits untuk kaum backpacker di HCMC.
Kedatangan saya disambut dua
orang abang ganteng yang dengan sigap membawakan barang-barang saya. Resepsionis yang ramah dan very helpful memberikan
informasi, kamar lumayan luas untuk ukuran budget hotel, tersedia minibar,
kamar mandi luas plus bersih, bath dan shower kit nya lengkap, free wifi, pun tersedia beberapa komputer
berakses internet di lobby yang juga free.
Saat check out, saya cukup
bilang minta dipesankan taksi. Tak lama,
taksi datang. Dua abang ganteng kembali
membawakan barang-barang saya, memasukkan ke bagasi, membukakan pintu, menyapa sopir taksi dan mengatakan kemana
seharusnya sopik taksi membawa saya.
Saigon Mini Hotel- the room |
Saigon Mini Hotel- bathroom |
Saigon Mini Hotel- The room |
Red Inn Hostel,
Penang, Malaysia.
Hostel ini dipesan melalui situs
pemesanan online oleh seorang kawan
Letaknya di jalan Love Lane, jalan yang terkenal sebagai kawasan
backpacker di Penang, plus interior dan bentuk hostel yang kata kawan saya itu
cukup klasik, menjadi alasan pemilihan hostel ini. Sayangnya, pada hari H kawan
saya itu malah batal berangkat.
Well, datang ke Penang dengan penerbangan paling
akhir dari Jakarta, sampai di kawasan Love Lane sudah sangat malam dan ternyata
saya salah alamat pula. Ternyata ada dua hostel denga nama Red Inn hotel di
jalan Love Lane ini. Sembari menyeret kaki dan rasa kantuk saya menuju ke
alamat yang benar.
Seorang gadis India dengan aksen
English yang ke india-indiaan dan hampir tidak bisa berbahasa melayu menyambut
saya. Menyelesaikan administrasi,
menunjukkan passport, membayar sisa biaya penginapan, saya lalu memutuskan
jalan-jalan menikmati suasana malam dan mengisi perut. Meskipun termasuk daerah wisata unggulan di
Malaysia, Penang ternyata tak seperti Bali. Belum jam 12, di malam minggu, di kawasan
backpacker, jalanan sudah sepi. Saya pun memutuskan kembali ke hostel.
Lobby hostel sudah terkunci,
gadis india sudah tak terlihat. Saya lalu memencet bel. Keluarlah laki-laki
cina paruh baya. Sepertinya pemilik hostel tersebut.
Four female dorm,
kamar pilihan saya terletak di lantai 2. Ada dua penghuni yang sudah tertidur
pulas, masing-masing menempatkan diri di ranjang bawah. Mau tak mau saya dan
kawan harus tidur di atas. Saya kebagian sial. Langit-langit kamar saya rendah.
Air conditioner diletakkan tak sampai 3 meter dari kasur. Saat saya berbaring, AC berada yang tepat dibawah muka saya. Malam itu saya bermimpi tidur di kutub utara.
kopi penang yang terkenal nikmat- breakfast- Red Inn Hostel |
Tangga- Red Inn Hostel |
Ruang rekreasi- Red Inn Hostel |
Free akses internet- Red Inn Hostel |
Posisi AC yang tidak manusiawi |
Hostel di daerah
Puduraya, Kuala Lumpur.
Hostel ini saya dapati secara insidental. Tepat saat adzan subuh berkumandang, bus yang
membawa saya dari Hyat Yai tiba di Terminal Puduraya, Kuala Lumpur.
Dalam keadaan setengah sadar dan ngantuk berat, saya dan
kawan-kawan sepakat mencari penginapan, sekedar untuk meluruskan kaki dan
mandi. Dalam jangkauan mata, saya
menangkap plang hostel ini. Seorang
laki-laki india terkantuk-kantuk menyambut kedatangan kami. Berjanji untuk
segera check out saat matari menyingsing, saya dan kawan-kawan mendapat
potongan setengah harga.
Enam kasur di dalam kamar masih rapi. Tak ada penghuni. Kasur busa tipis berbau apek menyamput
saya. Toh dua tiga jam selanjutnya saya terlelap juga. Sinar matahari
menyongsong jendela kamar. Tidak ada
breakfast, hanya air panas gratis yang saya seduh bersama sebungkus energen,
yang saya bawa dari Jakarta. Hangat. Saya siap memulai petualangan lagi.
Backpackers inn Hostel, Puduraya |
Jangan lupa untuk selalu berfoto |
*review ini sebatas yang penulis alami. Tentu saja berisi penilaian
subjektif penulis.
2 Comments
saya suka ruangan bernuansa merah ituu :D
ReplyDeleteHalloo Pita... itu ruangan yang mana yak? yg terakhir di hostel di Kuala Lumpur?
ReplyDeleteIya, nyobain berbagai macam penginapan itu nyenengin loh :D
thanks for your comment.
will be shown after moderation