“ There must be,
uncomfort feeling, awkward moment when you wake up in the morning, on different
bed, as usual. Feel different smell of the air that you take.”
But I always miss that feeling, sometimes trying
to repeat once, and once more.
Penginapan di Bromo
Sepanjang yang saya alami saat ke Bromo, diawali dengan keputusan yang impulsif, tanpa perencanaan matang, di tahun
2011 silam. Tak perlu khawatir soal hotel atau penginapan.
*
“Krek…”, pintu elf dibuka. Kabut dan dingin menusuk
menyambut, bersama serombongan bapak-bapak yang menawarkan penginapan. Tepatnya
rumah pribadi yang sudah mereka sulap untuk dijadikan komoditas ekonomi. Ada
yang disewa per kamar, ada juga per rumah, tergantung banyak orang dalam
rombongan. Semakin banyak rombongan , tentu pembagian biaya sewa semakin kecil.
Berkenalan di elf dengan dua rombongan
yang juga berencana menikmati sunrise di Bromo, membuat saya mengekor mereka
sahaja. Sementara mereka mengekor
seorang laki-laki yang menawarkan penginapan.
Rombongan melewati jalan
menanjak, dan berbelok beberapa kali di
gang dengan penerangan remang-remang.
Akhirnya saya sampai pada sebuah rumah bertingkat dengan fasilitas 3
kamar dan dua kamar mandi. Semua bisa
dikompromikan, termasuk soal harga. Tawar-menawar cukup alot. Malam semakin
larut, dan akhirnya kami deal dengan harga 210 ribu permalam. Kami yang saya
maksud adalah saya bersama seorang teman seperjalanan, perempuan juga, dan
delapan laki-laki yang baru saja saya
kenal sore tadi. Si empunya penginapan menyediakan beberapa termos berisi air
panas. Tinggal disajikan bersama teh, susu, kopi,dan mie instan yang dibawa
sebagai ransum. Malam itu berlalu hangat seperti makanan yang tersaji.
Selain menginap di rumah
penduduk, ada opsi lain yaitu menginap di hotel atau penginapan yang sebenarnya.
Ada beberapa plang hotel yang sempat saya baca. Sayangnya, melihat penampilan
fisik, dan tamu yang wara-wiri sebagian adalah bule, saya mengasumsikan bahwa
terlalu boros menginap di tempat tersebut untuk ukuran turis kere seperti saya.
Bromo, 'menumpang' nginap di rumah penduduk |
Patong Hostel, Patong, Phuket.
Agak sulit menemukan hostel ini. Letaknya tersembunyi di
antara ruko-ruko yang berjejer di Jalan
Patong, sebuah jalan yang tepat bersebelahan dengan Pantai Patong. Bangunan
hostel ini pun sebenarnya adalah ruko yang dimanfaatkan sebagai hostel pada
lantai dua dan tiganya.
Kawan saya yang mereserve tempat ini mengatakan bahwa
kelebihan hostel ini, bisa dibilang satu-satunya kelebihan yang dimiliki,
adalah letaknya yang langsung menghadap Pantai Patong. Penginapan tipe lain yang menghadap Patong
Beach merupakan jenis hotel atau resort. Tentunya berlawanan dengan prinsip
keuangan yang saya anut bahwa semakin murah , semakin baik.
Pada kenyataannya, tetap sulit untuk melihat pantai dari
kamar tidur saya yang terletak di lantai tiga.
Terlalu banyak bangunan ruko yang menghalangi.
Pertama
kali masuk, saya disambut oleh jejeran sepatu dan sandal berbagai rupa. Semua tamu
dan staff hotel harus melepas
alas kaki yang digunakan. Jadi di dalam hostel, semua tamu ‘nyeker’. It
brings homy ambience :)
Harga hostel ini standard, 100
ribu per malam per orang. Very welcome
staff, but everything needs to pay. Mau pakai wifi harus beli voucher, mau
pakai komputer dengan akses internet harus bayar, air mineral harus bayar,
selimut, sabun dan sebagainya pun harus bayar. Everything, except breakfast.
homy place |
breakfast that you made by yourself |
View dari kamar hostel |
Hotel Pop, Denpasar.
Tipikal budget hotel bergaya
minimalis. Kuning, merah, hijau, biru. Warna-warni yang terasa segar di mata.
Letaknya tepat di pusat Kota Denpasar, cocok buat yang eneg sama suasana hiruk
pikuk daerah Kuta dan Legian.
Saya memesan hotel ini via layanan web, yang ketika itu
sedang memberikan diskon. Lalu keesokan harinya saya akan memperpanjang masa
tinggal, eh ternyata tidak berlaku diskon.
Namanya hotel yang berada dibawah management hotel yang established, hotel ini masih dalam manajemen Harris
Hotel, yang tentu saja peraturan menjadi mutlak.
Nasi Jinggo, satu-satunya hal mengesankan yang saya dapatkan
di hotel ini. Nasi yang dibungkus daun, bercita rasa pedas, dengan kuantitas
pas untuk sarapan pagi. Lebih menyenangkan lagi, tidak ada voucher breakfast yang harus ditunjukkan. Para
tamu bebas menikmati nasi jingo sesuka hati.
Pagi itu, seusai menghabiskan sarapan, saya akhirnya memilih
hengkang dan mencari hotel yang lebih dekat ke Kuta.
Nasi Jinggo |
Inside room |
Lorong |
Wastafel dan kamar mandi |
*review ini sebatas yang penulis alami. Tentu saja berisi penilaian
subjektif penulis.
4 Comments
Kalo jalan2 emang seru ya nyobain berbagai macam tipe penginapan hehehee
ReplyDeleteAda juga kok budget hotel murah dekat Patong Beach, lupa namanya. Depan Horizon Resort & Spa. Wifi dll gratis. Kalo POP Hotel blom jadi nyobain. Dapet harga promo, dah booking, plus tiket pesawat promo 117rb JOG-DPS pp, eh hari H kudu ke Jakarta. Dan ketemu dirimu ituh ^^
ReplyDeleteMilai Said. Bener banget, itu salah satu hal menarik dalam saat jalan-jalan.
ReplyDeleteMas Ari. Hahai...iya, nanti deh kita cobain bareng ya hotel POP yang di Bali :p
Sedang mencari paket wisata gunung bromo. kami menyediakan paket wisata bromo gratis dokumentasi drone
ReplyDeletethanks for your comment.
will be shown after moderation