Bangun tidur di
siang hari, di hari minggu, tanpa jadwal apa-apa, dan belum mandi. Terseok-seok
saya ke kamar mandi. Gong di telinga saya kembali berdengung. Seperti pagi
senin. Seperti pagin selasa. Seperti pagi rabu. Seperti pagi kamis. Seperti
pagi jumat.
“ Mau jadi apa kamu?”
Ini bukan pertanyaan yang diajukan kepada anak SD, bukan
juga pada anak SMA yang akan masuk kuliah. Saya sudah melewatinya. Saya sudah
kuliah. Alhamdulillah tepat waktu. Saya bekerja. Pekerjaan saya sangat sesuai
dengan jurusan ketika saya menempuh kuliah dulu.
Akan tetapi ini bukan persoalan itu semua. “Mau jadi apa
kamu?” semacam pertanyaan yang digulirkan gong tersebut, menganulir otak saya,
membangunkan semacam keresahan.
“Mau jadi apa kamu?”
Semakin terdengar nyaring di pagi hari, saat saya berada di
lini kesenggengan diantara segala aktifitas kerjaan yang menyita waktu.
“Mau jadi apa kamu?”.
Yang saya maksudkan di sini
adalah: apa yang akan terjadi pada saya 5 tahun lagi? 10 tahun lagi? Semenjak
saya dari awal bertekad tidak ingin menghabiskan hidup saya seumur hidup
bekerja di rumah sakit. Tidak perlu mengalaminya sendiri. Saya mengamati apa
yang terjadi rekan-rekan kerja saya. Dan saya yakin bahwa saya menginginkan hidup yang lebih baik dan ‘lebih
hidup’.
Bukan. Ini bukan soal kebosanan akan rutinitas. Jikalau cuma
tentang bosan, saya hanya butuh
refreshing.
“Mau jadi apa kamu?”
Semacam berbagai atribut yang
mendadani saya menjadi sesosok karakter dalam modernitas dunia. Kelak rumah saya
dimana, bagaimana, ruang lingkup pergaulan saya, siapa suami saya, pekerjaan
saya, kebermanfaatan saya, income, passion, impian, ambisi, dan eksistensi.
Maybe I need some or maybe just one life altering event(s).
Entahlah, saya kadang muak
mencari-cari alasan. Hanya menunggu life altering event itu datang, tentu saja
sebuah kegiatan yang sia-sia.
“Mau jadi apa kamu?”
Saya belum tahu secara jelas,
gamblang, dan detail, tentu saja dengan mengesampingkan segala khayalan absurd
saya yang sering muncul di antara mimpi malam hari dan lamunan siang bolong,
apa yang akan terjadi pada saya 5 atau 10 tahun mendatang.
Iya, impian saya bisa meloncat
dari satu pohon ke pohon selanjutnya. Tapi ya saya ini makhluk terrestrial,
masih di bawah, berusaha merangkak, memanjat, mencari tali, melompat,
menggunakan tangga untuk suatu saat kelak memcapai puncak pohon.
Etapi tunggu dulu, memang tinggi pohonnya seberapa?
Saya tidak tahu.....
“Mau jadi apa kamu?”
2 Comments
"Mau jadi apa kamu?"
ReplyDeletePertanyaan penting tentu, yang besar kemungkinan akan menimbulkan rasa bosan dalam menggapainya. Namun, bukankah dengan begitu perjalanan menjadi penuh makna daripada duduk diam dan menunggu?
"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya"
Tidak diminta untuk menunggu bukan? "Merubah" berarti berusaha. Ya,jika kemudian bosan itu datang, ubah caranya. Ubah suasananya. Atau, bahkan ubah obyeknya.. :)
Hmm... kalo bisa di 'like', udah aku 'like ini komentar.
ReplyDeleteLike this yoooo :)
thanks for your comment.
will be shown after moderation