Bisa jadi jalan-jalan yang direncanakan sejak lama itu lebih riskan batal dibanding ide jalan-jalan yang tiba-tiba muncul dan terlaksana.
Friends |
Di suatu week end di bulan Juli, saya dan beberapa teman, selanjutnya saya sebut sebagai kami, merencanakan liburan ke Green Canyon . Sebenarnya ini tujuan jalan-jalan yang sejak kuliah dulu sudah terbesit dalam benak saya.
Pesertanya sudah ditentukan, itenary sudah ada, bahkan pemandu di sana sudah dihubungi. Sayangnya, dua hari menjelang hari H, salah satu teman mendadak lembur di hari sabtu, padahal jadwal berangkut ke pangandarannya jumat malam. Oke, ke Green Canyon dipending dulu, tapi liburan harus terlaksana. Apalagi kami gak semuanya tinggal di satu kota yang sama, tapi berasal dari berbagai nusantara *ini mah lebai mampus.
Hari sabtu menjelang, sudah siang, saya masih berkeliaran di festival jepang di blok M. Ada yang masih di RS, ada yang masih di Bogor, ada yang masih meeting, mobil sewaan pun belum jelas ada dimana. Dan tujuan dipindah, sekarang Anyer, tempat wisata paling dekat yang bisa dicapai, selain puncak tentunya yang kalau malam minggu ke sana sama saja cari mati, macet mampus.
Lalu sore pun datang, masih di blok M, bertemu dengan teman yang dari Bogor, bersama dgn seorang lagi, personil sudah terkumpul 3, lanjut ke Slipi Jaya, tambah satu personil lagi, plus mobil. Berangkut lagi ke tangerang, senja pun datang, personil sudah lengkap, dan tujuan tetap. Kami ke Anyer. Ke pantai yang mana? Nginap dimana? Nobody Knows.
Langsung tancap masuk tol, sempat mampir cilegon buat makan malam di sebuah lesehan, yang masakannya gak begitu mengenakkan *kalau gak mau dibilang gak enak, plus rasa teh manisnya yang menurut Jnek, teman saya, seperti rasa E*k ayam. Hueks…
Dengan mengandalkan si Google, cari-cari penginapan murah, telpon sana sini, duh ternyata malam minggu full book semua. Kalaupun ada, harganya mahal mampus.
Saya bilang dengan harga segitu, mending kami tidur di mobil aja. Akhirnya lewat telpon, ada satu hotel masih kosong, harga oke.
Nyampe Anyer, ternyata perlu waktu buat nyari hotel tersebut. Cuma tau nama dan alamatnya, gak tau penampakannya seperti apa. Jnek bilang, jangan-jangan hotelnya kayak gubuk, saya bilang jangan-jangan itu hotel kosong dan angker. Tapi untungnya bukan.
Nyampe hotel, penampakannya lumayan oke, begitu melihat kamarnya, OMG! pake kipas angin, ukuran 2,5 kali 3 meter, kamar mandi di luar. Anyer memang luar biasa mahal. Berhubung sudah jam 11 malam, mau tak mau, deal.
Janjian besok bangun subuh, biar bisa dapet sunrise, nyatanya pada maen kartu sampe jam 3 subuh, but count me out.
Jam 6 pagi, ayam berkokok, panic, rusuh, sunrisenya mana dapet lagi. Terlebih ada insiden jilbab saya ilang, padahal itu satu-satunya jilbab langsung yang lebih comfort dipakai kalau maen di pantai. Yang akhirnya ketemu juga tu jilbab nyasar di kamar mandi. Rasanya saya gak ninggalin tu jilbab di kamar mandi, lalu siapa? Sampai detik ini masih misteri *ato mungkin saya hilang ingatan pernah ninggalin di kamar mandi :D
Anyer. Korelasi popularitas dan penampakannya gak sebanding. Scoring 1-10, pantai anyer dapat angka 6 deh. Diawali poto-poto gak jelas, ala alay, ala boyband, ala gak ngeliat kamera, ala loncat, ala liat laut, semua dilakoni.
Trus maen banana boat, ini sih yang paling menarik. Diawali dengan tawar menawar yang alot. Sejak mulai kami datang ke pantai, poto-poto di segala sudut, susur pantai, balik lagi kecapean, tu mas-mas kekeuh nawarin banana boat. Akhirnya deal dengan harga 20 ribu per orang. Karena hanya satu orang dari kami yang bisa berenang, sepakatlah untuk tidak dijatuhin di tengah laut.
Jreng..jreng..jreng…, kami naek banana boat, pas sampe di tengah, si bapak yang di boat menawarkan “ Neng cantik, kalau gak dijatuhin, nih langsung balik ke pantai, Cuma bentar. Gimana kalau neng saya ajak ke sana *sambil nunjuk laut yang lebih tengah, ntar nambah ongkos dikit deh”. Bapak itu bilang di sana lebih dangkal, ada trumbu karangnya, dan bisa diliat sambil berenang-renang.
Dengan sebego-begonya, dan sepolos-polosnya, kami setuju. Berenanglah kami ditempat yang ditunjuk si bapak. Orang lautnya dalam banget, gak mungkin ada terumbu karang yang bisa diliat langsung di situ. “Pak, mana trumbu karangnya?”. “Itu neng *sambil nunjuk karang yang muncul dari permukaan laut”. Dengan segala perjuangan jiwa dan raga, berenang-renang gak jelas di tengah laut itu kami lakoni. Untung saja si bapaknya gak bilang “Neng cantik, kalau mau saya balikin ke pantai, nambah ongkos lagi ya, kalau gak saya tinggalin di sini.”
Jam 9 teng, udahan balik dari pantai dengan jari tangan yang mengerucut kedingingin, bersih-bersih, sarapan, lalu balik Jakarta . Kami lewat rute berbeda, dan ampun deh, jalannya lebih mengerikan dari jalan lintas Sumatra . Demi Tuhan, saat itu rasanya mual dan pusing sejadi-jadinya.
Jam 12an nyampe Jakarta , kami hantam makan enak. Seger lagi, dan ketawa-ketiwi lagi. Lanjut maen bowling, tapi saya sudah gak punya tenaga. Cuma liat, dan bengong. But anyway, this is great holiday. Sekian.
0 Comments
thanks for your comment.
will be shown after moderation