What Makes You Smile?

What Makes You Smile?

          
            Ada banyak hari yang bisa kita lewati, kadang tanpa makna. Kadang penuh makna. Kadang pula kita bisa belajar dari hal-hal kecil, namun bermakna besar.

Hari ini saya pulang kantor, sambil tersenyum simpul, mengendari scoopy biru kesayangan saya. What makes me smile? Kejadian ringan sebenarnya, ada seseorang yang membantu saya yang kesusahan mengeluarkan si Scoopy yang terhimpit di parkiran, berdesakan di antara sepeda motor lainnya. Begitu pun kemarin pagi, saya melangkah memasuki gedung rumah sakit dengan perasaan senang, ada seorang bapak membantu menggeser sepeda motor yang membuat saya kesulitan meletakkan si Scoopy pada tempatnya.
*

Sedikit berbagi pengalaman, saya lupa di tahun berapa, akan tetapi saya masih ingat betul kejadiannya. Di Damri, dalam perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Gambir, saya berkenalan dengan seorang lelaki paruh baya, sudah pantas saya sebut bapak. Obrolan kami tak lama, hanya berlangsung sekitar 20-30 menit. Sesampainya di Gambir, si Bapak menuju Pasar Baru, sedangkan saya yang saat itu masih kuliah, akan meneruskan perjalanan menggunakan kereta menuju Yogyakarta. Sebelum berpisah, si Bapak memberi saya uang 100 ribu rupiah. Untuk jajan, katanya. Pada saat itu saya hanya terbengong, bahkan bilang terima kasih pun tidak sempat. Si Bapak keburu pergi. Sayakah yang terlihat terlalu menyedihkan, atau si bapak yang memang baik hati? Saya memilih untuk percaya pada opsi kedua :p.

Di tengah kesulitan, pasti ada kemudahan. Tahun 2007 akhir, saat saya menerima kabar ayah di panggil Yang Maha Kuasa, maka saya harus pulang ke rumah apapun yang terjadi. Saya berhasil sampai di Soekarno Hatta pagi hari. Dalam kondisi yang demikian tiba-tiba, saya belum punya tiket ke Jambi. Saya pun lalu bernegosiasi dengan seorang calo tiket. Melihat saya yang kebingungan, dengan mata sembab dan linangan airmata yang masih tersisa di pipi, si bapak malah mundur.
“Udah neng, jangan beli di calo, beli di counter saja. Kasian si eneng”, ujar si bapak calo tiket.  
Ada lagi cerita di awal tahun 2009, saat saya bersama seorang kawan melakukan perjalanan ke Karimun Jawa. Perjalananan nekad sebenarnya. Saya tidak menyusun itenirary, gak pakai tour guide, dan informasi yang sangat minim.  Di kantong, saya hanya membekali diri dengan uang sebesar 200 ribu. Betapa kaget saya ketika sampai. Ternyata di sana belum ada ATM. Untuk kegiatan perbankan, hanya ada sebuah BRI unit, yang tentu saja tutup di kala week end. Pada saat itu penginapan termurah di Karimun Jawa berkisar 60 rb/malam. Masalah bertambah saat satu-satunya kapal penumpang yang menghubungkan Karimun Jawa dan Jepara rusak. Sehingga mau tidak mau saya harus memperpanjang liburan. Pun di sana tidak ada listrik, hanya generator yang menyala mulai pukul 6 sore sampai 6 pagi. Penggunaan alat bertenaga listrik, semacam handphone dan kamera harus sangat dihemat. Soal makanan, jangan harap bisa berwisata kuliner di Karimun Jawa. Waktu itu saya hanya berhasil menemukan sebuah warung makan. Warung ini berada di dekat alun-alun yang terletak bersebelahan dengan dermaga, dan dalam pengamatan saya lebih cocok disebut warung kopi. Dengan segala keterhambatan tersebut, saya gak bisa membayangkan apa yang terjadi pada diri saya.
Tapi memang ada saja jalan, saya dan kawan akhirnya menginap di rumah penduduk. Tak hanya menyediakan tempat tinggal, si Ibu tuan rumah ini juga mempersiapkan hidangan, 3 kali sehari dan merupakan variasi menu makanan laut yang enyaak. Dan dengan segala kebaikan hatinya, si Ibu juga mempersilahkan saya menggunakan motor dan menumpang kapal berkeliling ke pulau-pulau sekitar.


Lalu pengalaman di penghujung 2011 silam. Di antara derasnya hujan dan sepinya jalanan yang sedang di hantam badai, saya meluncur menggunakan sepeda motor sewaan tanpa mantel dari Manggar menuju Gantong, di Belitung. Tak tahan akan derasnya hujan dan rasa tanggung jawab untuk menjaga kamera DSLR pinjaman, saya dan kawan akhirnya memutuskan berhenti sejenak. Saya berteduh di teras depan sebuah rumah, lebih tepat satu-satunya rumah yang bisa mata saya jangkau di sepanjang jalan sepi tersebut. Tak lama, seorang ibu membukakan pintu. Sambil terheran-heran, menemukan dua perempuan yang mengaku-ngaku dari Jakarta dan kini terdampar di depan rumahnya, si ibu mempersilahkan saya dan kawan masuk ke rumahnya.
Kawan saya berargumen, bagaimana kalau ternyata si ibu dan rumah itu sebenarnya tidak eksis di dunia nyata. Semacam makhluk jadi-jadian. Saya lebih membayangkan, dibantu ingatan tentang film Hollywood bergenre thriller, the worst case nya kalau si Ibu adalah psikopat. We’re her target. Ouch!. Tentu saja kedua argumen tersebut tidak terbukti.  Saya menumpang di rumah si Ibu sampai hujan mereda.

Well…percaya bahwa masih banyak orang baik di bumi ini, seringnya membuat saya bisa bernafas lega, diantara serentetan ambisi, tekanan, target, dan kesepian.  Okay…that makes me smile everyday :)


Post a Comment

5 Comments

  1. Manusia bergerak. Bertransisi. Transit. Lalu berkumpul dalam suatu area tertentu. Berkegiatan, lalu melanjutkan lagi perjalanan.. Dan di setiap spasi yang tercipta, akan selalu ada kebaikan yang membekas. Saya sangat percaya akan hal itu. Karena waktu pun menceritakan itu padaku.

    Dan untuk kisah pertama si tukang parkir itu, akan lebih indah rasanya di setiap kebaikan kecil yang kita nikmati, kita hargai lewat ucapan terima kasih yang tulus..

    Proses belajar, tak pernah berhenti bukan? :)

    ReplyDelete
  2. Hallo Mbak Zeal, makasih udah mampir. Salam Kenal juga :)

    Arya. Paragraf pertama komentarmu mengutip dari sebuah tulisan kah?. Kayaknya aku pernah baca.

    Yap...long life learner :)
    dan terima kasih sudah membaca dan berkomentar *ini tulus loh ;)

    ReplyDelete
  3. Terimakasih sudah mengingatkan saya untuk senantiasa bersyukur... :)

    ReplyDelete
  4. Sudah kuduga memorimu akan sesuatu itu sepertinya kuat. Bahkan dirimu menghitung orang yang bergantian duduk di suatu meja di warung coto. Haha.. Iya, pasti tau itu ambil darimana.. :p

    ReplyDelete
  5. Teh Bonit. Sering-sering berkunjung ya teh :)

    Mae. Terimakasih telah berkunjung. Bukankah sudah seharusnya untuk saling mengingatkan? ;)

    Arya.Ahahaha kenangan di Coto Nusantara :P. Abisnya bosan banget menunggu hujan yang tiada berakhir itu

    ReplyDelete

thanks for your comment.

will be shown after moderation