Akhir-akhir ini saya sering dicurhati seorang teman tentang betapa ia belum bisa melupakan mantannya. Saya hanya bisa bilang “bersabarlah”. Impossible jika kita harus membunuh kenangan satu per satu. Apalagi lewat hitungan jam atau hari. Setiap orang pasti punya kenangan yang tersimpan terus dalam otaknya. Untuk membunuh suatu kenangan, kita butuh menumbuhkan yang lain. Dan untuk tumbuh, kenangan butuh waktu.
Airmata saya menjadi seperti keringat yang keluar dari tubuh. Uncontrollable. Lagu, parfum, omongan teman, tempat kuliah, warung makan, foto, melihat orang pacaran, nama sama, wajah yang mirip, tanggal tertentu. Ada stimulant sedikit saja, airmata bisa langsung keluar.
Saya pernah, pagi-pagi jalan kaki ke kampus sambil berurai airmata. Persis sinetron di televisi.
Pernah pula selama satu semester, hampir tiap mata kuliah saya selalu ijin ke toilet. Why? Because mytears come falling down automatically. I need ten minutes, then comeback to the classroom and smile again to others.
Even coinsidencelly sometimes the tears just fall down while I still at classroom watched lecture said about something that I didn’t understand for sure.
Di masa tahun ke dua dan ke 3 kuliah, saya ngotot ikut kegiatan macam-macam. Alasannya? Hanya agar saya capek dan bisa langsung terlelap di malam hari. Tanpa terganggu ingatan tentang lelaki itu.
Nyatanya ketika tidur pun kenangan itu tetap mengganggu. Berbulan-bulan yang masuk dalam mimpi saya hanya dia.
Lalu 4 sampai 6 kali dalam seminggu, saya terbangun tengah malam. Mimpi saya tentang dia seketika buyar. Saya terbangun dalam kekagetan menghadapi kenyataan. Ada sesal, sedih, dan marah. I realize that his not mine anymore. Its makes me cry, again…and again….
Berhari-hari….
Sampai saya takut kelenjar airmata saya mengering.
I’m so happy if i didn’t cry just for one day.
Membunuh kenangan bukan perkara mudah. Di awal tahun, biasanya saya selalu menyusun list harapan yang ingin saya capai. Melupakan laki-laki itu selalu menjadi list yang menduduki peringkat teratas.
Tahun pertama....
Rasanya saya ingin membunuh lelaki itu. Tetapi percuma saja, mati pun, kenangan tentang dia tetap akan ada di pikiran saya. Akan lebih baik jika saya balas dendam. Biar dia tahu rasanya penderitaan saya yang bertubi-tubi.
Tahun kedua….
Saya dengar dia sudah punya pacar lagi. Kemarahan saya semakin menjadi. Saya harus balas dendam sama dia. Saya gak rela, setengah mampus belajar melupakannya. Sementara dia dengan entengnya melupakan saya dan punya pacar lagi. Suatu saat, dia harus merasakan apa yang saya rasakan. Saya akan membuat ia kembali kepada saya, dan saat itulah saya akan menyakitinya. Saya benar-benar benci lelaki itu.
Tahun ketiga…..
Kebencian ternyata sangat menyiksa, saya capek!. Tangisan tentang dia pun tetap berlanjut. Dan akhirnya saya tahu bahwa rasa rindu merupakan salah satu stimulan bagi kelenjar airmata. Saya masih rindu dia, dan tidak pernah benar-benar membencinya.
Saya niatkan mulai belajar ilmu ikhlas. Semua terserah Tuhan. Doa saya berkali-kali pada Tuhan jika dia memang jodoh saya, maka kembalikanlah. Dan jika bukan, kiranya Tuhan bersedia mencabut segala kenangan tentang dia.
I learned to think from the opposite. Saya tahu ia pria baik, ia tidak pernah benar-benar bermaksud menyakiti saya. Semua hanya masalah keadaan. Mungkin saat itu saya yang egois. Saya tidak seharusnya membenci laki-laki yang dulu sangat saya cintai.
Ingatan tentang dia masih sering datang, tapi saya sudah terbiasa menghadapinya. Berharap waktu dapat menguapkan perasaan ini. Life must go on…
Tahun ke 4 dan ke 5...
Kembali saya menggeser sedikit cara pandang saya. Banyak baca, nonton film, tukar pendapat, dan menyaksikan kisah orang-orang sekeliling saya. Ternyata masih banyak yang jauh lebih kompleks. Saya sendirilah yang harus mengubah mindset saya. Yap...mungkin dia lelaki terbaik yang saya miliki. Tapi Tuhan memberi yang kita butuhkan. Dan saya tidak butuh dia. Ada laki-laki lain yang saya butuhkan. Pikiran tersebut membuat saya lebih baik.
Saya tidak pernah membunuh kenangan. Sebab kenangan tidak bisa dibunuh. Semakin saya berusaha melupakan kenangan, semakin alam bawah sadar mengingatnya dengan kuat.. Tidak pula untuk membalas dendam pada orang yang masuk ke dalam kenangan. Letting go (mengutip dari temen saya) mungkin adalah kata yang tepat untuk melepaskan kenangan yang seringkali menyiksa.
I need almost five years to forget one guy. Hard efforts. But i’m sure this is the best i can do...
8 Comments
wiw lama juga yah mbak 5 tahun..
ReplyDeletesetujuh dengan ini >> mungkin dia lelaki terbaik yang saya miliki. Tapi Tuhan memberi yang kita butuhkan
ngena banget tu kata2nya :D
btw makasi uda masang link saia ya mbak, tp kayanya ada yg salah sama linknya..minta tulung dicek lagi yah mbak..makasi sebelumnya :)
akan segera saia link balik :)
lama ato gak, tergantung kita menjalaninya. waktu kan sangat elastis...
ReplyDeletethanks yah ;)
setuju!!! ^.^
ReplyDeletehehehe... ini sapa yah? anonim sih...gak ke detect,
ReplyDeleteyup...betul...kita harus menghargai apa yang kita miliki saat ini
ReplyDeletethanks for visiting :)
harus belajar ilmu ikhlas nie ka...
ReplyDeleteaq masih pada tahap tahun 3-4....hahahaha
pengen balas dendam...:D
belajar ilmu ikhlas dit...sayangnya gk ada tutorial ato diktatnya. hanya hati mu yg tau bagaimana cara mempelajarinya. gud luck pren
ReplyDeletenyari temen ni yeee ;)
ReplyDelete*toss
thanks for your comment.
will be shown after moderation